Popular Post

Archive for 2013

Keutamaan Mempelajari Sirah - Ust. Salim A Fillah

Oleh : Algiza Gauthfa

Definisi Sirah
Sirah artinya satu jejak perjalanan, satu riwayat hidup. Orang pertama yg menulis sirah adalah Imam Ibnu Ishaq. Kitabnya Imam Ibnu Ishaq ini sekarang sudah tidak ditemukan lagi, yang masih ada sekarang adalah kitab Imam Ibnu Hisyam.
Kalau yang ditulis oleh Syaifurrahman al Mubarakfury sebenarnya judul aslinya bukan sirah, tetapi terjemahan bahasa Indonesianya disebut sirah.

Keutamaan mempelajari sirah

1. Untuk menemukan uswatuh khasanah.

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS Al Ahzab: 21)

Sebab nuzulnya pada peristiwa perang ahzab, perang dimana musuh-musuh kaum muslimin itu berahzab atau bersekutu. Banyak golongan melakukan koalisi untuk menghancurkan Nabi Muhammad dan para sahabat di Madinah. Bahwasanya ketika datang berita tentang pasukan ahzab itu, kaum muslimin mengalami ketakutan yang luar biasa. Digambarkan oleh Allah ketakutannya seperti sampai-sampai tidak tetap lagi penglihatan dan bahkan hati seperti naik menyesak ke kerongkongan.
Pada kesempatan itu Rasululllah memanggil para sahabat untuk bermusyawarah. Ada yang mengatakan “kita songsong mereka di Badar atau Uhud”. Sebagian yang lain menolak karena jumlah pasukan 12.000 itu terlalu banyak, “hadapi di Madinah dan jadikan Madinah sebagai kubu pertahanan, kita bangun benteng”.  Kata yang lain, “mana cukup waktunya?” Maka, majulah Salman Al Farisi, “Ya Rasulullah, dulu kami di negara Persia (sekarang Iran) kalau diserbu  musuh. kami menggali parit.” Rasulullah bertanya, “Berapa lebar dan dalam parit yang harus dibangun?” Salman menjawab, “Lebarnya adalah lebar yang tidak bisa dilompati oleh kuda dan dalamnya adalah kuda maupun dua orang manusia tidak bisa naik.” Usul ini disetujui dan gang-gang di kota Madinah antar rumah dihubungkan sekenanya untuk menjadi benteng.
Penggalian parit ini memakan waktu yang panjang, para sahabat bekerja keras luar biasa dan karena khawatir pertempuran akan lama, jatah makanan diirit super irit. satu butir kurma yang diamutiseharian, minumnya seteguk air, dan makannya ibarat tangan dibasahi air dicelupkan dalam persediaan tepung, nah tepung yang nempel di tangan inilah makanan mereka sehari. Itupun kata Jabir, diadoni dengan minyak panas yang tidak bikin kenyang, justru malah membuat kerongkongan semakin kering.
Pada penggalian itu, ketemulah batu besar, mereka memanggil Rasulullah. Ketika mengangkat alat untuk memecahkan batu tersebut, baju Rasulullah tersingkap. Terlihatlah bahwa perut beliau diganjal dengan dua buah batu.
“Allahu akbar”, sepertiga batu pecah berantakan, masih ada dua pertiga lagi, memercikkan api yang tinggi ke langit. “Aku diberi kunci-kunci negeri Syam (sekarang: Palestina, Lebanon, Suriah, Yordania, Turki bagian selatan)”.
Hantam kedua kalinya, “Allahu akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Persia (sekarang: Afghanistan).
Hantam ketiga kalinya, “Allahu akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Yaman.”
Nah, apa yang bisa kita teladani dalam kisah ini? Yaitu optimis, gigih, prihatin, membesarkan hati sahabatnya, dan menanggung berbagai macam derita kehidupan.

2. Langkah awal dalam mencintai Allah dengan mengikuti Rasul-Nya.

“Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku , niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS Ali Imran: 31)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat ini turun ketika ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah. Lalu Allah menguji kaum itu dengan apa yang diturunkan dalam ayat ini. Ada sebuah syair Arab yang dikutip Ibnu Katsir, “masalahnya itu bukan apakah kamu mencintai, tapi apakah kamu dicintai.” Dalam hubungan dengan Allah, pengakuan atau klaim itu tidak penting, yang terpenting adalah apakah Allah mencintai kamu. Allah mencintai kamu ketika kamu mengikuti Rasulullah SAW. Untuk mencintai Allah kita harus mengikuti nabi, untuk mengikuti nabi kita harus mengenal dan mengetahui beliau. Kalau tidak mengenal mana bisa mengikuti?!

3. Untuk memahami Al Quran sejalan dengan bagaimana ia turun sesuai dengan bagaimana konteks yang mengikat teks Al Quran itu ketika dia turun.

“Dan Al Qur’an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap.”
(QS Al Isra: 106)
Al Qur’an terdiri dari 30 juz 114 surah, dan 6236 ayat (bukan 6666 ayat), ada yang menghitung basmalah sebagai ayat, adapula yang tidak. Kalau 6666 ini mungkin terjadi kekeliruan faham dari pendapat Abdullah bin Abbas, bahwasanya Al Quran ini  6000 ayat isinya kisah, 600 ayat tanda-tanda kebesaran Allah, 60 ayat aturan muamalah, dan 6 ayat hukuman/ hudud. Maksudnya bukan dijumlah, karena ada ayat-ayat yang beririsan. Jadi 6666 ini komposisi yang disebutkan Ibnu abbas tentang Al Qur’an, bukan jumlah ayat Al Qur’an.
Menurut Ibnu Katsir, diturunkannya Al Qur’an berangsur-angsur diriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, “Al Quran diturunkan berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yg terjadi selama risalah, ayat itu turun selalu cocok dengan perjalanan nabi dan para sahabatnya.” Sebagai contoh, “Wahai orang yang berselimut”. Asbabun nuzul Al Mudatsir ini dikatakan bahwa Rasulullah berselimut setelah menerima wahyu, sedangkan pada surah Al Muzammil itu saat begitu lelah berdakwah terus berselimut.
Dalam kaidah tafsir, pelajaran/hukum yang diambil dari satu ayat diambil dari keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab. Seorang mufassir harus tau asbabun nuzul ayat agar pengambilan hukumnya tepat. Menurut Yusuf Qardhawi, misal tentang hukum niqab dan haramnya musik/nyanyian tidak berlaku untuk lafadz yg khusus. Seperti sebuah ayat yang mengatakan bahwa “…dan tetaplah kalian wahai istri-istri nabi untuk tinggal di rumah, jika ada keperluan harus menemui dari balik hijab”, ini bukan umum lafadz karena ada kata ‘istri-istri nabi’ di depannya.
Contoh lainnya pada surah Luqman ayat 6, sebagian kalangan mengharamkan hal-hal yang oleh ahli fiqih dinyatakan haram bersyarat. Ada yang mengambil hukum semua nyanyian itu haram karena dicela oleh Allah. Hendaknya memahami ayat juga memahami sebab turunnya.
Rasulullah biasanya berdiri di dekat Ka’bah dan memanggil orang-orang Quraisy lalu membacakan ayat Al Quran. Ada tiga orang (Ubaid bin Khalaf, Utbah bin Abi Mu’id, dan Al Ash bin Wail) yang berkongsi mengumpulkan berbagai cerita dongeng legenda mitos dari Syam, Persia, Yaman, kemudian mereka bawa sambil mendatangkan penyanyi paling cantik dan seksi. Setiap kali Rasulullah berdiri dekat Ka’bah, mereka menyanyi dan mengatakan, “Saya punya cerita menarik yang lebih bagus daripada cerita Muhammad.” Cerita ini ditambahi penyanyi yang berlenggak-lenggok dan bersuara merdu. Asal-muasal Luqman ayat 6 ini tentang peristiwa ini, nyanyian haram bersyarat kalau ia dipakai untuk menyesatkan dari jalan Allah dan dipakai untuk mengolok-olok, bukan berarti semua nyanyian itu haram.
                                                                                                                                                                                                               

4. Modal utama kebangkitan umat.

“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorangpun di antara umat yang lain.”
(QS Al Maidah: 20)
Ayat ini menceritakan kisah Bani Israil, ayat yang dikatakan oleh Allah tentang Musa yang berkata ketika terjadi penjajahan Bani Israil oleh Firaun. “Ingat, ingat nikmat Allah kalian dahulu…” untuk membangkitkan Bani Israil agar bersemangat lagi menghadapi Firaun. Mereka harus disadarkan lagi tentang masa lalunya. Nah, kaum muslimin mungkin juga harus dibangkitkan lagi semangat juangnya dengan mengingatkan pada kisah nabi.

5. Sarana kita untuk mendapatkan peneguhan hati.

 “Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu, dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman.”
(QS Hud: 120)
Salah satu fungsi kisah yang dipelajari adalah untuk menjadi cermin bagi kita. Kita bisa berkaca sehingga mendapatkan satu kekuatan jiwa untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai macam tantangan kehidupan. Allah mengisahkan begitu banyak kisah rasul demi meneguhkan hati Muhammad, sedemikian pula kisah itu membawakan kebenaran juga nasihat, dan pengingat bagi orang-orang yang beriman. Seperti kata Ibnu Abbas (dalam bag. 1), bahwasanya di dalam Al Qur’an itu ada 6000 ayat yang berupa kisah menjadi sumber inspirasi kita.
“Inilah (Al Qur’an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran: 138)
Manusia itu, sikapnya kepada Al Qur’an bertingkat-tingkat. Dalam QS Al Furqon ayat 30: “Dan rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini diabaikan.” Empat kriteria sikap manusia terhadap Al Qur’an

 a. Menjadikannya sebagai sesuatu yang mahjur / tidak dipedulikan
Pedulinya untuk mahar nikah saja, tidak pernah dibaca, tidak pernah dipahami, tidak pernah disimak. Kalaupun ada di rumahnya, ia biarkan Al Qur’an itu berdebu. Ini termasuk orang-orang yang dikeluhkan oleh Rasulullah. Padahal, orang-orang yang dikeluhkan oleh Rasulullah itu terancam untuk tidak termasuk sebagai umat beliau.
b. Sudah bergaul dengan Al Qur’an, menjadikan Al Qur’an sebagai bayan / sumber informasi
Sekedar ingin tahu, sekedar menemukan informasi yang ada di sana. Mereka ini termasuk orang-orang non muslim seperti misalnya para orientalis (orang-orang yang mempelajari budaya ketimuran), mereka menekuni Al Qur’an tetapi tidak beragama Islam.
c. Menjadikan Al Qur’an sebagai huda / petunjuk
Ini termasuk golongan yang selamat, menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk, bagaimana caranya bermuamalah, berdagang, beperjalanan, berhutang, menikah, dan lain-lain segala aktivitas kehidupan.
d. Menjadikan Al Qur’an sebagai mau’idzoh / nasihat
Kisah-kisah di dalam Al Qur’an bisa menjadi modelling dalam menghadapi kehidupan dan bisa meraih kemuliaan. Misalnya bagi kaum wanita, Al Qur’an ini memberikan contoh yang istimewa. Wanita-wanita terbaik dalam Al Qur’an ada empat, yakni Asiyah binti Muzahim, Maryam binti Imron, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad. Tambahan kisah lainnya yang tidak kalah mulia adalah Hajar, istri Nabi Ibrahim.

Semua model manusia sudah diceritakan di dalam Al Qur’an untuk menguatkan hati kita dalam menjalani kehidupan. Nabi saja, ketika mengalami kesulitan dalam dakwahnya, diteguhkan dengan kisah-kisah para Nabi sebelumnya, apalagi kita. Rasulullah merasa sangat berat dakwah di Mekah selama 13 tahun, sedangkan pengikutnya hanya sedikit. Lalu Allah turunkan surah Nuh yang isinya curhatan Nabi Nuh: “Ya Allah, kaumku itu sudah kusuruh beriman kepada-Mu. Sudah kupakai berbagai macam cara dan metode, mereka tidak juga beriman.” Bayangkan, ketika lelah, tiba-tiba Allah turunkan kisah itu seakan-akan hendak berkata: “Wahai Muhammad, kamu itu belum apa-apa dibandingkan nabi sebelumnya. Nuh itu berdakwah 550 tahun, kamu baru 13 tahun.” Kata Rasulullah, “Membuat saya beruban. Membuat saya beruban.” Apa? “Surah Hud dan saudara-saudaranya.”
Juga kisah yang paling banyak diceritakan dalam Al Qur’an, kisah Nabi Musa. Tugasnya sangat berat, sementara modalnya untuk berdakwah sangat terbatas dibandingkan Muhammad. Jika Nabi Muhammad sangat fasih, maka Nabi Musa ini cadel lisannya. Jika Nabi Muhammad itu track recordnya bersih, maka Nabi Musa punya riwayat tindakan kriminal, pernah membunuh orang Qibti. Jika Nabi Muhammad tidak punya hutang budi pada musuh-musuhnya, maka Nabi Musa punya hutang budi pada keluarga Firaun. Jika Nabi Muhammad punya sahabat-sahabat yang rela mati untuknya, maka Nabi Musa hanya memiliki Bani Israil yang kelakuannya sangat makan hati.

6. Memahami jalan dakwah yang diridhoi Allah SWT.

Dakwah adalah amal utama. Dalam QS Yusuf ayat 108 disebutkan,
 “Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”
Ayat ini menjelaskan tentang penegasan manhaj dakwah. Jalan dakwah Rasulullah.
Jika mukjizat para nabi sebelumnya itu umumnya “membelalakkan mata”, Ibrahim dibakar tidak hangus, Musa tongkatnya bisa berubah menjadi ular, bisa membelah lautan, tangannya bercahaya, Isa bisa menyembuhkan orang kusta, buta, menghidupkan orang mati, Sulaiman bisa berbicara dengan binatang, mengendarai angin sehingga oleh manusia didustakan sebagai sihir. Begitu membelah Laut Merah, Musa menghadap pada Tuhannya. Sedangkan Samiri, salah seorang Bani Israil tiba-tiba membuat patung sapi yang bisa berbicara, berubahlah iman orang-orang Bani Israil itu kembali menyembah patung. Mukjizat yang membelalakkan mata ini seringkali menyebabkan keimanan menjadi rapuh.

Sedangkan Muhammad, Allah memberinya mukjizat bashiran (bukti ilmiah), di dalam mengajarkan agama ini dengan ilmu. Tidak ada agama bagi manusia yang tidak mempunyai akal. Mukjizat Nabi Muhammad adalah Al Qur’an al Karim, berupa kata-kata yang di sinilah menunjukkan ukuran kecerdasan. Ukuran orang cerdas itu menurut bangsa Arab adalah yang tidak bisa baca tulis. Kenapa? Kalau bisa baca tulis malah disebut orang bodoh. Orang pinter itu dinilai dari ukuran hafalannya, semakin kuat hafalannya dianggap semakin pintar. Di kalangan bangsa Arab, penyair yang hafal 40-60 ribu syair itu pintar, kalau bisa baca tulis malah bodoh (akalnya tidak tajam, hafalannya tidak bagus). Ada seorang penyair Jahiliyah, namanya Zuhair, reputasinya jatuh gara-gara bisa baca tulis.

Percakapan Rasulullah dengan Abu Jahal. “Hai Muhammad, kalau kau memang benar utusan Tuhan, saya minta tanda-tanda kekuasaan Tuhanmu. Mekah ini kan negaranya sempit, dikelilingi oleh gunung-gunung batu. Tolong singkirkan gunung-gunung batu itu ke arah lain agar mekah ini semakin luas. Mekah ini kan tanahnya tandus dan gersang, tolong dibuat menjadi subur dan tumbuh pohon-pohon anggur dan zaitun, alirkan sungai di tengah-tengahnya. Penduduk Mekah ini juga miskin-miskin, mintakan pada Tuhan hujan emas dan perak dari langit. Kalau tiga itu terpenuhi, saya akan membelamu terdepan.” Bukannya Allah tidak bisa memberikan keajaiban semacam itu, Nabi bahkan pernah membelah bulan, tetapi sungguh Abu Jahal telah melampaui batas.

Suatu hari, datanglah seorang wanita yang punya penyakit mengadu kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, saya punya penyakit. Kalau kumat, aurat saya terbuka. Doakan saya ya Rasulullah, agar sembuh dari penyakit ini.” Kata Nabi, “Saya bisa saja mendoakanmu supaya sembuh, atau kamu sabar terhadap penyakitmu itu dan mendapatkan surga.” Wanita itu menjawab, “Saya pilih bersabar dan masuk surga ya Rasulullah, tapi doakan saya agar jika kumat penyakit ini, jangan sampai terbuka auratnya.” Maka Rasulullah pun mendoakannya.
Dalam dakwah kita, mukjizat ilmu yang paling ditekankan. Berdakwah dengan ilmu yang benar dari sisi Allah dan Rasul-Nya. Kata Ali, “Kebenaran yang tidak teratur akan dikalahkan oleh kebathilan yang teratur,” mengisyaratkan bahwa dakwah ini harus terorganisasi, tidak boleh sendiri-sendiri dan sporadis.
Mu’adz bin Jabal, setiap hari mengikuti sholat jama’ah bersama Nabi. Begitu selesai, dia langsung lari ke kampungnya, menjadi imam jama’ah di kampungnya. (Boleh saja, sholat yang kedua dihukumi sedekah) Namun penduduk kampungnya berdemo, mereka tidak mau diimami oleh Mu’adz lagi. Kenapa? Karena bacaannya panjang-panjang, sholatnya jadi sangat lama. Maka, dipanggillah Mu’adz bin Jabal. “Wahai Mu’adz, apakah kau hendak membuat fitnah pada Allah dan Rasul-Nya? Kenapa kamu mengimami sholat dengan bacaan panjang-panjang sehingga jama’ahmu merasa tidak nyaman?” Jawab Mu’adz, “Wahai Rasulullah, aku hanya mengikuti apa yang engkau baca.” Rasulullah pun tersenyum, “Tapi makmum-mu berbeda dengan makmum-ku.” Jika para jama’ah di masjid Nabawi itu orang yang kuat untuk sholat lama, maka makmumnya Mu’adz ini adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Ini akan menjadi fitnah. Jangan-jangan justru karena ucapannya dalam dakwah membuat orang-orang semakin lari dari jalan Allah. Dakwah ini riskan, bisa menjatuhkan orang yang berdakwah dalam sum’ah dan ingin populer, ingin dilayani, ingin mendapat pemuliaan. Rasulullah saja pernah diingatkan di dalam QS Ali Imran ayat 79: “Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi Kitab oleh Allah, serta hikmah, dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi dia berkata, “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan Kitab dan karena kamu mempelajarinya.”

7. Menemukan ibrah dari kisah-kisah terbaik.

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yusuf: 111)
Surah Yusuf ini dari awal sampai akhir isinya cerita. Kalau kata ustadz Habiburrahman El Shirazy, novel terbaik sepanjang zaman adalah surah Yusuf.
At Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa, pada suatu ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Mereka (para sahabat) mengatakan bahwa, “Ya Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Lalu turunlah surah Yusuf itu sehingga mereka mendapatkan penghiburan kisah Yusuf mulai dari mimpinya sampai menjadi Nabi Allah. Kalau kita mempelajari sirah, kita akan menemukan berbagai macam pelajaran. InsyaAllah.



Menjauhi Tempat-tempat yang Haram (Ijtinab amakin al-muharramat)



Menjauhi tempat-tempat yang haram adalah sebuah keharusan karena ia mengandung bahaya yang banyak (akhthar al-iqtirab min amakin al-muharramat), yaitu:
1.       Itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hal ini dapat mengakibatkan dua hal negatif:
a.      Idthirab an-nafs (keguncangan dan kegelisahan jiwa) dan
b.      Al-wuqu’ fi al-ma’ashi (terjatuh kepada kemaksiatan).
2.       Su’u zhann al-akharin (menimbulkan prasangka buruk orang lain).
3.       Al-wuqu’ fi an-nazhar al-muharram (terjatuh kepada perbuatan melihat yang diharamkan oleh Allah Swt).
4.      Idh’af al-iman wa ‘adamu karahiyat al-ma’ashi (melemahkan iman dan kehilangan kebencian kepada kemaksiatan).
5.      ‘Urdhatun li su-il khatimah (terancam meninggal dalam su’ul khatimah).
6.      Mashdar lintisyar al-ma’ashi fi al-mujtama’ (tempat maksiat menjadi sumber tersebarnya maksiat tersebut ke tengah masyarakat).

Narasi
dakwatuna.com – Yang dimaksud dengan tempat-tempat yang haram adalah tempat-tempat yang dijadikan sarana perbuatan maksiat, atau di sana diperjualbelikan barang-barang yang haram baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, legal maupun illegal, seperti: tempat pelacuran, perjudian, bioskop yang memutar film-film haram, tempat penjualan atau penyewaan barang-barang haram dan sejenisnya. Hamba Allah yang beriman selalu berusaha untuk menjaga kadar dan kualitas imannya agar tidak melemah dan terkikis, sebaliknya ia senantiasa melakukan amal-amal yang dapat meningkatkan iman. Di antara hal-hal yang dapat merusak iman adalah mendekati tempat-tempat yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbuatan yang haram. Allah swt berfirman tentang salah satu sifat hamba-hambaNya yang beriman:

"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (Al-Furqan: 72).

Bila perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah saja harus ditinggalkan, apalagi dengan perbuatan-perbuatan yang haram.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra: 32).

Allah Swt mengharamkan mendekati zina yakni melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kepada zina seperti berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, melihat aurat lawan jenis baik langsung atau melalui media, atau mendekati tempat-tempat perbuatan zina. Dapat dipahami juga secara tersirat bahwa mendekati tempat-tempat yang dipastikan dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan haram lainnya hukumnya adalah haram.

Beberapa Bahaya Mendekati Tempat-Tempat yang Haram            

1. Terbangkitkannya hawa nafsu yang sebelumnya terkendali menjadi tergoda.
Seseorang yang mendekati dan masuk ke tempat-tempat yang haram, secara perlahan atau cepat akan membuat hatinya tergoda dan hawa nafsunya sulit untuk dikendalikan. Hal ini terjadi karena setan selalu menjadikan maksiat itu indah bagi yang melihatnya terutama mereka yang lemah iman. Ditambah lagi hawa nafsu manusia yang cenderung untuk mengikuti hal-hal yang buruk dan merasa berat dalam mentaati Allah swt.
Allah swt berfirman:
"Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), padahal mereka adalah orang-orang berpandangan tajam" (Al-Ankabut: 38).
Perhatikan bagaimana pengaruh tipu daya setan terhadap mereka? Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yang tadinya berpandangan tajam pun dapat terpengaruh dengan tipuan setan sehingga mereka menganggap baik perbuatan buruk atau minimal menganggap bahwa mereka masih dapat bertobat sewaktu-waktu setelah melakukan perbuatan maksiat. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak berpikir panjang/picik?!
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf: 53).

Syahwat yang tergoda mengakibatkan konsentrasi dan ketenangan hati dan jiwa terganggu.
Kemaksiatan yang dilihat terus menerus oleh seseorang akan mempengaruhi perasaan dan konsentrasi hatinya, lalu memalingkannya dari perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat. Apabila hati seseorang sudah tergoda dengan perbuatan yang haram, maka sewaktu-waktu akan muncul hasratnya untuk mencoba melakukannya bila ada kesempatan.

Sebagai contoh, bila seseorang terbiasa menyaksikan korupsi di kantornya, di mana setiap hari ia melihat kawan atau atasannya memperoleh uang yang banyak dengan melakukan korupsi, maka lama kelamaan akan timbul keinginannya untuk melakukan hal yang sama. Bila ia telah mencoba sekali, ia ingin dua kali, tiga kali, dan seterusnya hingga menjadi kebiasaan dan – na’uzu billah – menjadi hobi atau kesenangan. Jika ini terjadi, ia tidak lagi menanti kesempatan datang untuk melakukannya, namun ia justru menciptakan dan mencari-cari peluang untuk melakukannya karena kemaksiatan itu sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya. Waktu yang ia miliki tidak lagi diisi dengan ketaatan kepada Allah dan hal-hal yang bermanfaat, sebaliknya pikirannya selalu berpikir bagaimana ia dapat melakukan perbuatan yang haram itu dengan aman, tidak terkena delik undang-undang, dan pikiran-pikiran licik lainnya. Ia lupa bahwa ada Allah Swt yang tidak mungkin ia dapat bersembunyi dari-Nya. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari itu semua.

Mendekati tempat-tempat yang haram tidak dapat dipungkiri menyebabkan kita terbiasa menyaksikan perbuatan-perbuatan yang haram. Terkait dengan perbuatan zina, Allah Swt memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30).

Seorang penyair berkata:
لِقَلْبِكَ يَوْمًا أَتْعَبَتْكَ الْمَنَاظِرُ    وَكُنْتَ إِذَا أَرْسَلْتَ طَرْفَكَ رَائِدًا
عَلَيْهِ وَلاَ عَنْ بَعْضِهِ أَنْتَ صَابِرُ    رَأَيْتَ الَّذِي لاَ كُلَّهُ أَنْتَ قَادِرٌ
Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu
Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu.
Engkau tak kan tahan melihat semuanya,
Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya.

2.    Memunculkan kecurigaan (su’uzzhan) orang lain terhadap diri.
Seorang muslim yang baik selalu berusaha agar dirinya tidak menjadi penyebab orang lain berburuk sangka kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga ukhuwah islamiyah dan kehormatan diri.

Suatu malam, Shafiyyah ra, salah satu istri Rasulullah Saw, datang ke masjid untuk mengunjungi Rasulullah Saw yang sedang i’tikaf di masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah Saw, Shafiyyah pamit dan Rasulullah pun berdiri mengantarnya. Saat beliau sedang berdua, ada dua orang sahabat Anshar yang melihat dan mereka berjalan terburu-buru seperti menghindari Rasulullah Saw, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:

((عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ)) فَقَالاَ: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: ((إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا سُوءًا أَوْ قَالَ شَيْئًا)). (البخاري).
“Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini adalah Shafiyah binti Huyay istriku.” Mereka menjawab: Maha Suci Allah, ya Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya prasangka buruk kepadamu ya Rasulullah). Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyelusup dalam diri manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia membisikkan hal-hal buruk ke dalam hati kalian atau mengatakan yang bukan-bukan.” (Bukhari).

Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw berusaha menghilangkan potensi kecurigaan dan prasangka buruk sahabat kepada beliau agar persaudaraan dan ukhuwah umat Islam tetap terjaga dengan baik. Padahal saat itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia.

Tentunya, kita lebih diharuskan untuk menghindari prasangka buruk orang lain dengan menjauhi tempat-tempat yang jelas-jelas digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram. Oleh karena itu jika kita terpaksa harus memasuki atau melewati tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kecurigaan saudara sesama muslim, hendaklah kita tidak melewatinya sendirian, tetapi ajaklah kawan-kawan kita yang baik agar kecurigaan itu tidak muncul sekaligus agar kita terjaga dan tidak tergoda melakukan perbuatan yang haram.

3.    Mengotori mata dengan dosa bila memandang sesuatu yang haram untuk dilihat.
Mendekati tempat-tempat yang haram khususnya tempat-tempat di mana aurat dibuka tanpa rasa malu otomatis membuat kita mengotori mata dengan dosa karena memandangnya (dan bukan cuci mata).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).

4.    Mengikis keimanan dan menghilangkan kebencian terhadap perbuatan maksiat serta memperbesar kecintaan terhadapnya.
Dosa-dosa yang disebabkan kita selalu memandang perbuatan yang haram di tempat-tempat haram tak pelak lagi akan mengikis iman kita secara langsung. Karena iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat dan dosa seperti yang disebutkan oleh para ulama. Agar tidak terkikis imannya,  Islam mewajibkan muslim yang melihat kemunkaran untuk melakukan nahi munkar sesuai dengan kesanggupannya, sehingga kebencian terhadap kemunkaran itu tetap ada dalam hatinya. Rasulullah Saw bersabda:
((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ)) (رواه مسلم عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه).
Siapa di antaramu melihat kemunkaran, maka ubahlah (cegahlah) ia dengan tangannya, jika tidak sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya (tetap membencinya) dan itulah selemah-lemah iman. (Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra).
Rasulullah juga bersabda:
((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ)) فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا. قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا)) قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ)).
Jauhilah duduk-duduk di (pinggir) jalan! Mereka menjawab: Kadang kami tak bisa menghindarinya ya Rasulullah karena harus berbicara di sana. Rasul bersabda: Jika kamu tidak dapat menghindarinya, maka berikan hak-hak jalan! Mereka berkata: Apakah hak jalan itu? Sabda Rasulullah Saw: Menundukkan pandangan, menahan diri (dari menyakiti orang lain), menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Bukhari & Muslim).
Perintah menundukkan pandangan untuk mencegah kita melihat kecantikan atau aurat lawan jenis, perintah menahan diri agar kita terhindar dari ghibah atau menggunjing orang lain, perintah menjawab salam agar kita menghormati orang-orang yang lewat, dan amar ma’ruf nahi munkar agar kita menegakkan yang disyariatkan dan mencegah hal-hal yang diharamkan.
Dengan demikian kita tetap memiliki kecintaan kepada kebaikan dan kebencian terhadap kemaksiatan, karena itulah ciri orang-orang yang beriman.
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-hujurat: 7).

5.    Memperbesar kemungkinan meninggal dalam su’ul khatimah (akhir yang buruk).
Orang-orang yang sering mendatangi tempat-tempat maksiat dan melakukan kemaksiatan di dalamnya maka peluangnya untuk meninggal dalam husnul khatimah menjadi semakin kecil, sebaliknya sangat mungkin ia wafat ketika sedang berada dalam kemaksiatan. Padahal Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102).
Tentunya kita tidak hanya ingin mati sekadar tetap berstatus muslim, namun kita ingin meninggalkan dunia ini sebagai muslim yang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Swt. Hal ini tidak mungkin dapat kita wujudkan selain berusaha untuk mengislamkan kehidupan kita yakni mengambil ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan kita, tinggal dan mencintai tempat-tempat yang baik, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang haram. Ingatlah terus ayat ini dan hadits Rasulullah berikut ini:
((لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ…))
Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina, tidaklah beriman orang yang minum khamr tatkala ia meminumnya dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia mencuri… (Bukhari Muslim).

6.    Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Hal ini akan terjadi jika masyarakat membiarkan tempat-tempat maksiat itu beroperasi tanpa ada upaya untuk memberantas nya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Apalagi bila justru anggota masyarakat tersebut menjadi konsumen dan pelanggan tempat-tempat haram itu, maka azab dari Allah bisa jadi akan ditimpakan kepada mereka.
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).


Sumber: 
http://m.dakwatuna.com/2009/03/08/2032/menjauhi-tempat-tempat-yang-haram/#ixzz2cSmjF6sb 

- Copyright © 2016 KAMI ASY-SYIFAA' FK UNPAD - Powered by Blogger