Archive for Oktober 2013
Keutamaan Mempelajari Sirah - Ust. Salim A Fillah
Definisi Sirah
Sirah artinya satu jejak
perjalanan, satu riwayat hidup. Orang pertama yg menulis sirah adalah Imam Ibnu
Ishaq. Kitabnya Imam Ibnu Ishaq ini sekarang sudah tidak ditemukan lagi, yang
masih ada sekarang adalah kitab Imam Ibnu Hisyam.
Kalau yang ditulis oleh
Syaifurrahman al Mubarakfury sebenarnya judul aslinya bukan sirah, tetapi
terjemahan bahasa Indonesianya disebut sirah.
Keutamaan mempelajari sirah
1. Untuk menemukan uswatuh khasanah.
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS Al Ahzab: 21)
Sebab nuzulnya pada peristiwa
perang ahzab, perang dimana musuh-musuh kaum muslimin itu berahzab atau
bersekutu. Banyak golongan melakukan koalisi untuk menghancurkan Nabi Muhammad
dan para sahabat di Madinah. Bahwasanya ketika datang berita tentang pasukan
ahzab itu, kaum muslimin mengalami ketakutan yang luar biasa. Digambarkan oleh
Allah ketakutannya seperti sampai-sampai tidak tetap lagi penglihatan dan
bahkan hati seperti naik menyesak ke kerongkongan.
Pada kesempatan itu Rasululllah
memanggil para sahabat untuk bermusyawarah. Ada yang mengatakan “kita songsong
mereka di Badar atau Uhud”. Sebagian yang lain menolak karena jumlah pasukan
12.000 itu terlalu banyak, “hadapi di Madinah dan jadikan Madinah sebagai kubu
pertahanan, kita bangun benteng”. Kata yang lain, “mana cukup waktunya?”
Maka, majulah Salman Al Farisi, “Ya Rasulullah, dulu kami di negara Persia
(sekarang Iran) kalau diserbu musuh. kami menggali parit.” Rasulullah
bertanya, “Berapa lebar dan dalam parit yang harus dibangun?” Salman menjawab,
“Lebarnya adalah lebar yang tidak bisa dilompati oleh kuda dan dalamnya adalah
kuda maupun dua orang manusia tidak bisa naik.” Usul ini disetujui dan
gang-gang di kota Madinah antar rumah dihubungkan sekenanya untuk menjadi
benteng.
Penggalian parit ini memakan
waktu yang panjang, para sahabat bekerja keras luar biasa dan karena khawatir
pertempuran akan lama, jatah makanan diirit super irit. satu butir kurma
yang diamutiseharian, minumnya seteguk air, dan makannya ibarat
tangan dibasahi air dicelupkan dalam persediaan tepung, nah tepung yang nempel
di tangan inilah makanan mereka sehari. Itupun kata Jabir, diadoni dengan
minyak panas yang tidak bikin kenyang, justru malah membuat kerongkongan
semakin kering.
Pada penggalian itu, ketemulah
batu besar, mereka memanggil Rasulullah. Ketika mengangkat alat untuk
memecahkan batu tersebut, baju Rasulullah tersingkap. Terlihatlah bahwa perut
beliau diganjal dengan dua buah batu.
“Allahu akbar”, sepertiga batu
pecah berantakan, masih ada dua pertiga lagi, memercikkan api yang tinggi ke langit.
“Aku diberi kunci-kunci negeri Syam (sekarang: Palestina, Lebanon, Suriah,
Yordania, Turki bagian selatan)”.
Hantam kedua kalinya, “Allahu
akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Persia (sekarang: Afghanistan).
Hantam ketiga kalinya, “Allahu
akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Yaman.”
Nah, apa yang bisa kita teladani
dalam kisah ini? Yaitu optimis, gigih, prihatin, membesarkan hati sahabatnya,
dan menanggung berbagai macam derita kehidupan.
2. Langkah awal dalam mencintai Allah dengan
mengikuti Rasul-Nya.
“Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku , niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS Ali Imran: 31)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat
ini turun ketika ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah. Lalu Allah
menguji kaum itu dengan apa yang diturunkan dalam ayat ini. Ada sebuah syair
Arab yang dikutip Ibnu Katsir, “masalahnya itu bukan apakah kamu mencintai,
tapi apakah kamu dicintai.” Dalam hubungan dengan Allah, pengakuan atau klaim
itu tidak penting, yang terpenting adalah apakah Allah mencintai kamu. Allah
mencintai kamu ketika kamu mengikuti Rasulullah SAW. Untuk mencintai Allah kita
harus mengikuti nabi, untuk mengikuti nabi kita harus mengenal dan mengetahui
beliau. Kalau tidak mengenal mana bisa mengikuti?!
3. Untuk memahami Al Quran sejalan dengan bagaimana ia turun sesuai dengan
bagaimana konteks yang mengikat teks Al Quran itu ketika dia turun.
“Dan Al Qur’an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar
engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami
menurunkannya secara bertahap.”
(QS Al Isra: 106)
Al Qur’an terdiri dari 30 juz 114
surah, dan 6236 ayat (bukan 6666 ayat), ada yang menghitung basmalah sebagai
ayat, adapula yang tidak. Kalau 6666 ini mungkin terjadi kekeliruan faham dari
pendapat Abdullah bin Abbas, bahwasanya Al Quran ini 6000 ayat isinya
kisah, 600 ayat tanda-tanda kebesaran Allah, 60 ayat aturan muamalah, dan 6
ayat hukuman/ hudud. Maksudnya bukan dijumlah, karena ada ayat-ayat yang
beririsan. Jadi 6666 ini komposisi yang disebutkan Ibnu abbas tentang Al
Qur’an, bukan jumlah ayat Al Qur’an.
Menurut Ibnu Katsir,
diturunkannya Al Qur’an berangsur-angsur diriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu
Abbas, “Al Quran diturunkan berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yg terjadi
selama risalah, ayat itu turun selalu cocok dengan perjalanan nabi dan para
sahabatnya.” Sebagai contoh, “Wahai orang yang berselimut”. Asbabun nuzul Al
Mudatsir ini dikatakan bahwa Rasulullah berselimut setelah menerima wahyu,
sedangkan pada surah Al Muzammil itu saat begitu lelah berdakwah terus
berselimut.
Dalam kaidah tafsir,
pelajaran/hukum yang diambil dari satu ayat diambil dari keumuman lafadz, bukan
kekhususan sebab. Seorang mufassir harus tau asbabun nuzul ayat agar
pengambilan hukumnya tepat. Menurut Yusuf Qardhawi, misal tentang hukum niqab
dan haramnya musik/nyanyian tidak berlaku untuk lafadz yg khusus. Seperti
sebuah ayat yang mengatakan bahwa “…dan tetaplah kalian wahai istri-istri nabi
untuk tinggal di rumah, jika ada keperluan harus menemui dari balik hijab”, ini
bukan umum lafadz karena ada kata ‘istri-istri nabi’ di depannya.
Contoh lainnya pada surah Luqman
ayat 6, sebagian kalangan mengharamkan hal-hal yang oleh ahli fiqih dinyatakan
haram bersyarat. Ada yang mengambil hukum semua nyanyian itu haram karena
dicela oleh Allah. Hendaknya memahami ayat juga memahami sebab turunnya.
Rasulullah biasanya berdiri di
dekat Ka’bah dan memanggil orang-orang Quraisy lalu membacakan ayat Al Quran.
Ada tiga orang (Ubaid bin Khalaf, Utbah bin Abi Mu’id, dan Al Ash bin Wail)
yang berkongsi mengumpulkan berbagai cerita dongeng legenda mitos dari Syam,
Persia, Yaman, kemudian mereka bawa sambil mendatangkan penyanyi paling cantik
dan seksi. Setiap kali Rasulullah berdiri dekat Ka’bah, mereka menyanyi dan
mengatakan, “Saya punya cerita menarik yang lebih bagus daripada cerita
Muhammad.” Cerita ini ditambahi penyanyi yang berlenggak-lenggok dan bersuara
merdu. Asal-muasal Luqman ayat 6 ini tentang peristiwa ini, nyanyian haram
bersyarat kalau ia dipakai untuk menyesatkan dari jalan Allah dan dipakai untuk
mengolok-olok, bukan berarti semua nyanyian itu haram.
4. Modal utama kebangkitan umat.
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai
kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan
kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorangpun di antara umat
yang lain.”
(QS Al Maidah: 20)
Ayat ini menceritakan kisah Bani
Israil, ayat yang dikatakan oleh Allah tentang Musa yang berkata ketika terjadi
penjajahan Bani Israil oleh Firaun. “Ingat, ingat nikmat Allah kalian dahulu…”
untuk membangkitkan Bani Israil agar bersemangat lagi menghadapi Firaun. Mereka
harus disadarkan lagi tentang masa lalunya. Nah, kaum muslimin mungkin juga
harus dibangkitkan lagi semangat juangnya dengan mengingatkan pada kisah nabi.
5. Sarana kita untuk
mendapatkan peneguhan hati.
“Dan semua kisah
rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami
teguhkan hatimu, dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran,
nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman.”
(QS Hud: 120)
Salah satu fungsi kisah yang
dipelajari adalah untuk menjadi cermin bagi kita. Kita bisa berkaca sehingga
mendapatkan satu kekuatan jiwa untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai
macam tantangan kehidupan. Allah mengisahkan begitu banyak kisah rasul demi
meneguhkan hati Muhammad, sedemikian pula kisah itu membawakan kebenaran juga
nasihat, dan pengingat bagi orang-orang yang beriman. Seperti kata Ibnu Abbas
(dalam bag. 1), bahwasanya di dalam Al Qur’an itu ada 6000 ayat yang berupa
kisah menjadi sumber inspirasi kita.
“Inilah (Al Qur’an) suatu
keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran: 138)
Manusia itu, sikapnya kepada Al
Qur’an bertingkat-tingkat. Dalam QS Al Furqon ayat 30: “Dan rasul (Muhammad)
berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini
diabaikan.” Empat kriteria sikap manusia terhadap Al Qur’an
Pedulinya untuk mahar nikah saja,
tidak pernah dibaca, tidak pernah dipahami, tidak pernah disimak. Kalaupun ada
di rumahnya, ia biarkan Al Qur’an itu berdebu. Ini termasuk orang-orang yang
dikeluhkan oleh Rasulullah. Padahal, orang-orang yang dikeluhkan oleh
Rasulullah itu terancam untuk tidak termasuk sebagai umat beliau.
b. Sudah bergaul dengan Al
Qur’an, menjadikan Al Qur’an sebagai bayan / sumber informasi
Sekedar ingin tahu, sekedar
menemukan informasi yang ada di sana. Mereka ini termasuk orang-orang non
muslim seperti misalnya para orientalis (orang-orang yang mempelajari budaya
ketimuran), mereka menekuni Al Qur’an tetapi tidak beragama Islam.
c. Menjadikan Al Qur’an
sebagai huda / petunjuk
Ini termasuk golongan yang
selamat, menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk, bagaimana caranya bermuamalah,
berdagang, beperjalanan, berhutang, menikah, dan lain-lain segala aktivitas
kehidupan.
d. Menjadikan Al Qur’an
sebagai mau’idzoh / nasihat
Kisah-kisah di dalam Al Qur’an
bisa menjadi modelling dalam menghadapi kehidupan dan bisa meraih kemuliaan.
Misalnya bagi kaum wanita, Al Qur’an ini memberikan contoh yang istimewa.
Wanita-wanita terbaik dalam Al Qur’an ada empat, yakni Asiyah binti Muzahim,
Maryam binti Imron, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.
Tambahan kisah lainnya yang tidak kalah mulia adalah Hajar, istri Nabi Ibrahim.
Semua model manusia sudah
diceritakan di dalam Al Qur’an untuk menguatkan hati kita dalam menjalani
kehidupan. Nabi saja, ketika mengalami kesulitan dalam dakwahnya, diteguhkan
dengan kisah-kisah para Nabi sebelumnya, apalagi kita. Rasulullah merasa sangat
berat dakwah di Mekah selama 13 tahun, sedangkan pengikutnya hanya sedikit.
Lalu Allah turunkan surah Nuh yang isinya curhatan Nabi Nuh: “Ya Allah, kaumku
itu sudah kusuruh beriman kepada-Mu. Sudah kupakai berbagai macam cara dan
metode, mereka tidak juga beriman.” Bayangkan, ketika lelah, tiba-tiba Allah
turunkan kisah itu seakan-akan hendak berkata: “Wahai Muhammad, kamu itu belum
apa-apa dibandingkan nabi sebelumnya. Nuh itu berdakwah 550 tahun, kamu baru 13
tahun.” Kata Rasulullah, “Membuat saya beruban. Membuat saya beruban.” Apa?
“Surah Hud dan saudara-saudaranya.”
Juga kisah yang paling banyak
diceritakan dalam Al Qur’an, kisah Nabi Musa. Tugasnya sangat berat, sementara
modalnya untuk berdakwah sangat terbatas dibandingkan Muhammad. Jika Nabi
Muhammad sangat fasih, maka Nabi Musa ini cadel lisannya. Jika Nabi Muhammad
itu track recordnya bersih, maka Nabi Musa punya riwayat tindakan kriminal,
pernah membunuh orang Qibti. Jika Nabi Muhammad tidak punya hutang budi pada
musuh-musuhnya, maka Nabi Musa punya hutang budi pada keluarga Firaun. Jika
Nabi Muhammad punya sahabat-sahabat yang rela mati untuknya, maka Nabi Musa
hanya memiliki Bani Israil yang kelakuannya sangat makan hati.
6. Memahami jalan dakwah
yang diridhoi Allah SWT.
Dakwah adalah amal utama. Dalam
QS Yusuf ayat 108 disebutkan,
“Katakanlah
(Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu
kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang
musyrik.”
Ayat ini menjelaskan tentang
penegasan manhaj dakwah. Jalan dakwah Rasulullah.
Jika mukjizat para nabi
sebelumnya itu umumnya “membelalakkan mata”, Ibrahim dibakar tidak hangus, Musa
tongkatnya bisa berubah menjadi ular, bisa membelah lautan, tangannya
bercahaya, Isa bisa menyembuhkan orang kusta, buta, menghidupkan orang mati,
Sulaiman bisa berbicara dengan binatang, mengendarai angin sehingga oleh
manusia didustakan sebagai sihir. Begitu membelah Laut Merah, Musa menghadap
pada Tuhannya. Sedangkan Samiri, salah seorang Bani Israil tiba-tiba membuat
patung sapi yang bisa berbicara, berubahlah iman orang-orang Bani Israil itu
kembali menyembah patung. Mukjizat yang membelalakkan mata ini seringkali
menyebabkan keimanan menjadi rapuh.
Sedangkan Muhammad, Allah
memberinya mukjizat bashiran (bukti ilmiah), di dalam
mengajarkan agama ini dengan ilmu. Tidak ada agama bagi manusia yang tidak
mempunyai akal. Mukjizat Nabi Muhammad adalah Al Qur’an al Karim, berupa
kata-kata yang di sinilah menunjukkan ukuran kecerdasan. Ukuran orang cerdas
itu menurut bangsa Arab adalah yang tidak bisa baca tulis. Kenapa? Kalau bisa
baca tulis malah disebut orang bodoh. Orang pinter itu dinilai dari ukuran
hafalannya, semakin kuat hafalannya dianggap semakin pintar. Di kalangan bangsa
Arab, penyair yang hafal 40-60 ribu syair itu pintar, kalau bisa baca tulis
malah bodoh (akalnya tidak tajam, hafalannya tidak bagus). Ada seorang penyair
Jahiliyah, namanya Zuhair, reputasinya jatuh gara-gara bisa baca tulis.
Percakapan Rasulullah dengan Abu
Jahal. “Hai Muhammad, kalau kau memang benar utusan Tuhan, saya minta
tanda-tanda kekuasaan Tuhanmu. Mekah ini kan negaranya sempit, dikelilingi oleh
gunung-gunung batu. Tolong singkirkan gunung-gunung batu itu ke arah lain agar
mekah ini semakin luas. Mekah ini kan tanahnya tandus dan gersang, tolong
dibuat menjadi subur dan tumbuh pohon-pohon anggur dan zaitun, alirkan sungai
di tengah-tengahnya. Penduduk Mekah ini juga miskin-miskin, mintakan pada Tuhan
hujan emas dan perak dari langit. Kalau tiga itu terpenuhi, saya akan membelamu
terdepan.” Bukannya Allah tidak bisa memberikan keajaiban semacam itu, Nabi
bahkan pernah membelah bulan, tetapi sungguh Abu Jahal telah melampaui batas.
Suatu hari, datanglah seorang
wanita yang punya penyakit mengadu kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, saya punya
penyakit. Kalau kumat, aurat saya terbuka. Doakan saya ya Rasulullah, agar
sembuh dari penyakit ini.” Kata Nabi, “Saya bisa saja mendoakanmu supaya
sembuh, atau kamu sabar terhadap penyakitmu itu dan mendapatkan surga.” Wanita
itu menjawab, “Saya pilih bersabar dan masuk surga ya Rasulullah, tapi doakan
saya agar jika kumat penyakit ini, jangan sampai terbuka auratnya.” Maka
Rasulullah pun mendoakannya.
Dalam dakwah kita, mukjizat ilmu
yang paling ditekankan. Berdakwah dengan ilmu yang benar dari sisi Allah dan
Rasul-Nya. Kata Ali, “Kebenaran yang tidak teratur akan dikalahkan oleh
kebathilan yang teratur,” mengisyaratkan bahwa dakwah ini harus terorganisasi,
tidak boleh sendiri-sendiri dan sporadis.
Mu’adz bin Jabal, setiap hari
mengikuti sholat jama’ah bersama Nabi. Begitu selesai, dia langsung lari ke
kampungnya, menjadi imam jama’ah di kampungnya. (Boleh saja, sholat yang kedua
dihukumi sedekah) Namun penduduk kampungnya berdemo, mereka tidak mau diimami
oleh Mu’adz lagi. Kenapa? Karena bacaannya panjang-panjang, sholatnya jadi
sangat lama. Maka, dipanggillah Mu’adz bin Jabal. “Wahai Mu’adz, apakah kau
hendak membuat fitnah pada Allah dan Rasul-Nya? Kenapa kamu mengimami sholat
dengan bacaan panjang-panjang sehingga jama’ahmu merasa tidak nyaman?” Jawab
Mu’adz, “Wahai Rasulullah, aku hanya mengikuti apa yang engkau baca.”
Rasulullah pun tersenyum, “Tapi makmum-mu berbeda dengan makmum-ku.” Jika para
jama’ah di masjid Nabawi itu orang yang kuat untuk sholat lama, maka makmumnya
Mu’adz ini adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Ini akan menjadi fitnah.
Jangan-jangan justru karena ucapannya dalam dakwah membuat orang-orang semakin
lari dari jalan Allah. Dakwah ini riskan, bisa menjatuhkan orang yang berdakwah
dalam sum’ah dan ingin populer, ingin dilayani, ingin mendapat pemuliaan.
Rasulullah saja pernah diingatkan di dalam QS Ali Imran ayat 79: “Tidak mungkin
bagi seseorang yang telah diberi Kitab oleh Allah, serta hikmah, dan kenabian,
kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah
Allah,” tetapi dia berkata, “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu
mengajarkan Kitab dan karena kamu mempelajarinya.”
7. Menemukan ibrah dari
kisah-kisah terbaik.
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Qur’an) itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan
segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS Yusuf: 111)
Surah Yusuf ini dari awal sampai akhir isinya cerita. Kalau
kata ustadz Habiburrahman El Shirazy, novel terbaik sepanjang zaman adalah
surah Yusuf.
At Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa, pada suatu
ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Mereka (para sahabat)
mengatakan bahwa, “Ya Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Lalu turunlah
surah Yusuf itu sehingga mereka mendapatkan penghiburan kisah Yusuf mulai dari
mimpinya sampai menjadi Nabi Allah. Kalau kita mempelajari sirah, kita akan
menemukan berbagai macam pelajaran. InsyaAllah.
Tag :
Kaderisasi,
Learner,
Menjauhi Tempat-tempat yang Haram (Ijtinab amakin al-muharramat)
Menjauhi tempat-tempat yang haram
adalah sebuah keharusan karena ia mengandung bahaya yang banyak (akhthar
al-iqtirab min amakin al-muharramat), yaitu:
1.
Itsarat
asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hal ini dapat mengakibatkan dua hal
negatif:
a.
Idthirab
an-nafs (keguncangan dan kegelisahan jiwa) dan
b.
Al-wuqu’
fi al-ma’ashi (terjatuh kepada kemaksiatan).
2.
Su’u zhann al-akharin (menimbulkan
prasangka buruk orang lain).
3.
Al-wuqu’
fi an-nazhar al-muharram (terjatuh kepada perbuatan melihat yang diharamkan
oleh Allah Swt).
4.
Idh’af
al-iman wa ‘adamu karahiyat al-ma’ashi (melemahkan iman dan kehilangan
kebencian kepada kemaksiatan).
5.
‘Urdhatun
li su-il khatimah (terancam meninggal dalam su’ul khatimah).
6.
Mashdar
lintisyar al-ma’ashi fi al-mujtama’ (tempat maksiat menjadi sumber tersebarnya
maksiat tersebut ke tengah masyarakat).
Narasi
dakwatuna.com – Yang dimaksud dengan
tempat-tempat yang haram adalah tempat-tempat yang dijadikan sarana perbuatan
maksiat, atau di sana diperjualbelikan barang-barang yang haram baik secara
terang-terangan maupun tersembunyi, legal maupun illegal, seperti: tempat
pelacuran, perjudian, bioskop yang memutar film-film haram, tempat penjualan
atau penyewaan barang-barang haram dan sejenisnya. Hamba Allah yang beriman
selalu berusaha untuk menjaga kadar dan kualitas imannya agar tidak melemah dan
terkikis, sebaliknya ia senantiasa melakukan amal-amal yang dapat meningkatkan
iman. Di antara hal-hal yang dapat merusak iman adalah mendekati tempat-tempat
yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbuatan yang haram. Allah swt berfirman
tentang salah satu sifat hamba-hambaNya yang beriman:
"Dan orang-orang yang tidak memberikan
persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan dirinya." (Al-Furqan: 72).
Bila perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah
saja harus ditinggalkan, apalagi dengan perbuatan-perbuatan yang haram.
"Dan janganlah kamu mendekati zina;
Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang
buruk." (Al-Isra: 32).
Allah Swt mengharamkan mendekati zina
yakni melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kepada zina seperti
berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, melihat aurat lawan jenis
baik langsung atau melalui media, atau mendekati tempat-tempat perbuatan zina.
Dapat dipahami juga secara tersirat bahwa mendekati tempat-tempat yang
dipastikan dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan haram lainnya hukumnya
adalah haram.
Beberapa Bahaya Mendekati Tempat-Tempat
yang Haram
1. Terbangkitkannya hawa nafsu yang
sebelumnya terkendali menjadi tergoda.
Seseorang yang mendekati dan masuk ke
tempat-tempat yang haram, secara perlahan atau cepat akan membuat hatinya
tergoda dan hawa nafsunya sulit untuk dikendalikan. Hal ini terjadi karena
setan selalu menjadikan maksiat itu indah bagi yang melihatnya terutama mereka
yang lemah iman. Ditambah lagi hawa nafsu manusia yang cenderung untuk
mengikuti hal-hal yang buruk dan merasa berat dalam mentaati Allah swt.
Allah swt berfirman:
"Dan syaitan menjadikan mereka memandang
baik perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan
(Allah), padahal mereka adalah orang-orang berpandangan tajam" (Al-Ankabut: 38).
Perhatikan bagaimana pengaruh tipu daya
setan terhadap mereka? Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yang tadinya
berpandangan tajam pun dapat terpengaruh dengan tipuan setan sehingga mereka
menganggap baik perbuatan buruk atau minimal menganggap bahwa mereka masih
dapat bertobat sewaktu-waktu setelah melakukan perbuatan maksiat. Lalu
bagaimana dengan orang yang tidak berpikir panjang/picik?!
Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf: 53).
Syahwat yang tergoda mengakibatkan
konsentrasi dan ketenangan hati dan jiwa terganggu.
Kemaksiatan yang dilihat terus menerus
oleh seseorang akan mempengaruhi perasaan dan konsentrasi hatinya, lalu
memalingkannya dari perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat. Apabila hati
seseorang sudah tergoda dengan perbuatan yang haram, maka sewaktu-waktu akan
muncul hasratnya untuk mencoba melakukannya bila ada kesempatan.
Sebagai contoh, bila seseorang terbiasa
menyaksikan korupsi di kantornya, di mana setiap hari ia melihat kawan atau
atasannya memperoleh uang yang banyak dengan melakukan korupsi, maka lama
kelamaan akan timbul keinginannya untuk melakukan hal yang sama. Bila ia telah
mencoba sekali, ia ingin dua kali, tiga kali, dan seterusnya hingga menjadi
kebiasaan dan – na’uzu billah – menjadi hobi atau kesenangan. Jika ini terjadi,
ia tidak lagi menanti kesempatan datang untuk melakukannya, namun ia justru
menciptakan dan mencari-cari peluang untuk melakukannya karena kemaksiatan itu
sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya. Waktu yang ia miliki tidak lagi diisi
dengan ketaatan kepada Allah dan hal-hal yang bermanfaat, sebaliknya pikirannya
selalu berpikir bagaimana ia dapat melakukan perbuatan yang haram itu dengan
aman, tidak terkena delik undang-undang, dan pikiran-pikiran licik lainnya. Ia
lupa bahwa ada Allah Swt yang tidak mungkin ia dapat bersembunyi dari-Nya.
Semoga kita dilindungi oleh Allah dari itu semua.
Mendekati tempat-tempat yang haram
tidak dapat dipungkiri menyebabkan kita terbiasa menyaksikan
perbuatan-perbuatan yang haram. Terkait dengan perbuatan zina, Allah Swt
memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya;
yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30).
Seorang penyair berkata:
لِقَلْبِكَ يَوْمًا أَتْعَبَتْكَ الْمَنَاظِرُ
وَكُنْتَ إِذَا أَرْسَلْتَ طَرْفَكَ رَائِدًا
عَلَيْهِ وَلاَ عَنْ بَعْضِهِ أَنْتَ صَابِرُ
رَأَيْتَ الَّذِي لاَ كُلَّهُ أَنْتَ قَادِرٌ
Kau ingin puaskan hatimu dengan
mengumbar pandanganmu
Suatu saat pandangan itu pasti kan
menyusahkanmu.
Engkau tak kan tahan melihat semuanya,
Bahkan terhadap sebagiannya pun
kesabaranmu tak berdaya.
2.
Memunculkan kecurigaan (su’uzzhan) orang lain terhadap diri.
Seorang muslim yang baik selalu
berusaha agar dirinya tidak menjadi penyebab orang lain berburuk sangka
kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga ukhuwah islamiyah dan kehormatan
diri.
Suatu malam, Shafiyyah ra, salah satu
istri Rasulullah Saw, datang ke masjid untuk mengunjungi Rasulullah Saw yang
sedang i’tikaf di masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah Saw, Shafiyyah
pamit dan Rasulullah pun berdiri mengantarnya. Saat beliau sedang berdua, ada
dua orang sahabat Anshar yang melihat dan mereka berjalan terburu-buru seperti
menghindari Rasulullah Saw, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:
((عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ)) فَقَالاَ: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: ((إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا سُوءًا أَوْ قَالَ شَيْئًا)). (البخاري).
“Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini
adalah Shafiyah binti Huyay istriku.” Mereka menjawab: Maha Suci Allah, ya
Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya prasangka buruk kepadamu ya
Rasulullah). Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyelusup dalam diri
manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia membisikkan hal-hal buruk ke dalam
hati kalian atau mengatakan yang bukan-bukan.” (Bukhari).
Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw
berusaha menghilangkan potensi kecurigaan dan prasangka buruk sahabat kepada
beliau agar persaudaraan dan ukhuwah umat Islam tetap terjaga dengan baik.
Padahal saat itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia.
Tentunya, kita lebih diharuskan untuk
menghindari prasangka buruk orang lain dengan menjauhi tempat-tempat yang
jelas-jelas digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram. Oleh karena itu jika
kita terpaksa harus memasuki atau melewati tempat-tempat yang berpotensi
menimbulkan kecurigaan saudara sesama muslim, hendaklah kita tidak melewatinya
sendirian, tetapi ajaklah kawan-kawan kita yang baik agar kecurigaan itu tidak
muncul sekaligus agar kita terjaga dan tidak tergoda melakukan perbuatan yang
haram.
3.
Mengotori mata dengan dosa bila memandang sesuatu yang haram untuk
dilihat.
Mendekati tempat-tempat yang haram
khususnya tempat-tempat di mana aurat dibuka tanpa rasa malu otomatis membuat
kita mengotori mata dengan dosa karena memandangnya (dan bukan cuci mata).
((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].
Dua mata itu berzina, dan zinanya
adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).
4.
Mengikis keimanan dan menghilangkan kebencian terhadap perbuatan maksiat
serta memperbesar kecintaan terhadapnya.
Dosa-dosa yang disebabkan kita selalu
memandang perbuatan yang haram di tempat-tempat haram tak pelak lagi akan
mengikis iman kita secara langsung. Karena iman itu bertambah dengan ketaatan
dan berkurang karena maksiat dan dosa seperti yang disebutkan oleh para ulama.
Agar tidak terkikis imannya, Islam
mewajibkan muslim yang melihat kemunkaran untuk melakukan nahi munkar sesuai
dengan kesanggupannya, sehingga kebencian terhadap kemunkaran itu tetap ada
dalam hatinya. Rasulullah Saw bersabda:
((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ)) (رواه مسلم عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه).
Siapa di antaramu melihat kemunkaran,
maka ubahlah (cegahlah) ia dengan tangannya, jika tidak sanggup maka dengan
lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya (tetap membencinya) dan
itulah selemah-lemah iman. (Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra).
Rasulullah juga bersabda:
((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ)) فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا. قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا)) قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ)).
Jauhilah duduk-duduk di (pinggir)
jalan! Mereka menjawab: Kadang kami tak bisa menghindarinya ya Rasulullah
karena harus berbicara di sana. Rasul bersabda: Jika kamu tidak dapat
menghindarinya, maka berikan hak-hak jalan! Mereka berkata: Apakah hak jalan
itu? Sabda Rasulullah Saw: Menundukkan pandangan, menahan diri (dari menyakiti
orang lain), menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Bukhari &
Muslim).
Perintah menundukkan pandangan untuk
mencegah kita melihat kecantikan atau aurat lawan jenis, perintah menahan diri
agar kita terhindar dari ghibah atau menggunjing orang lain, perintah menjawab
salam agar kita menghormati orang-orang yang lewat, dan amar ma’ruf nahi munkar
agar kita menegakkan yang disyariatkan dan mencegah hal-hal yang diharamkan.
Dengan demikian kita tetap memiliki
kecintaan kepada kebaikan dan kebencian terhadap kemaksiatan, karena itulah
ciri orang-orang yang beriman.
Dan ketahuilah olehmu bahwa di
kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan
benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’
kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta
menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka
itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-hujurat: 7).
5.
Memperbesar kemungkinan meninggal dalam su’ul khatimah (akhir yang
buruk).
Orang-orang yang sering mendatangi
tempat-tempat maksiat dan melakukan kemaksiatan di dalamnya maka peluangnya
untuk meninggal dalam husnul khatimah menjadi semakin kecil, sebaliknya sangat
mungkin ia wafat ketika sedang berada dalam kemaksiatan. Padahal Allah Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102).
Tentunya kita tidak hanya ingin mati
sekadar tetap berstatus muslim, namun kita ingin meninggalkan dunia ini sebagai
muslim yang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Swt. Hal ini tidak mungkin
dapat kita wujudkan selain berusaha untuk mengislamkan kehidupan kita yakni
mengambil ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan kita, tinggal dan mencintai
tempat-tempat yang baik, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan tempat-tempat
yang haram. Ingatlah terus ayat ini dan hadits Rasulullah berikut ini:
((لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ…))
Tidaklah beriman orang yang berzina
tatkala ia berzina, tidaklah beriman orang yang minum khamr tatkala ia
meminumnya dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia mencuri… (Bukhari
Muslim).
6.
Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke
tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Hal ini akan terjadi jika masyarakat
membiarkan tempat-tempat maksiat itu beroperasi tanpa ada upaya untuk
memberantas nya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Apalagi bila
justru anggota masyarakat tersebut menjadi konsumen dan pelanggan tempat-tempat
haram itu, maka azab dari Allah bisa jadi akan ditimpakan kepada mereka.
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).
Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi
Muhammad Saw beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan
hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan
doa kalian.” (Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).
Sumber:
http://m.dakwatuna.com/2009/03/08/2032/menjauhi-tempat-tempat-yang-haram/#ixzz2cSmjF6sb
Tag :
Kaderisasi,
Learner,