- Back to Home »
- Kaderisasi , Learner »
- Keutamaan Mempelajari Sirah - Ust. Salim A Fillah
Selasa, 08 Oktober 2013
Definisi Sirah
Sirah artinya satu jejak
perjalanan, satu riwayat hidup. Orang pertama yg menulis sirah adalah Imam Ibnu
Ishaq. Kitabnya Imam Ibnu Ishaq ini sekarang sudah tidak ditemukan lagi, yang
masih ada sekarang adalah kitab Imam Ibnu Hisyam.
Kalau yang ditulis oleh
Syaifurrahman al Mubarakfury sebenarnya judul aslinya bukan sirah, tetapi
terjemahan bahasa Indonesianya disebut sirah.
Keutamaan mempelajari sirah
1. Untuk menemukan uswatuh khasanah.
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS Al Ahzab: 21)
Sebab nuzulnya pada peristiwa
perang ahzab, perang dimana musuh-musuh kaum muslimin itu berahzab atau
bersekutu. Banyak golongan melakukan koalisi untuk menghancurkan Nabi Muhammad
dan para sahabat di Madinah. Bahwasanya ketika datang berita tentang pasukan
ahzab itu, kaum muslimin mengalami ketakutan yang luar biasa. Digambarkan oleh
Allah ketakutannya seperti sampai-sampai tidak tetap lagi penglihatan dan
bahkan hati seperti naik menyesak ke kerongkongan.
Pada kesempatan itu Rasululllah
memanggil para sahabat untuk bermusyawarah. Ada yang mengatakan “kita songsong
mereka di Badar atau Uhud”. Sebagian yang lain menolak karena jumlah pasukan
12.000 itu terlalu banyak, “hadapi di Madinah dan jadikan Madinah sebagai kubu
pertahanan, kita bangun benteng”. Kata yang lain, “mana cukup waktunya?”
Maka, majulah Salman Al Farisi, “Ya Rasulullah, dulu kami di negara Persia
(sekarang Iran) kalau diserbu musuh. kami menggali parit.” Rasulullah
bertanya, “Berapa lebar dan dalam parit yang harus dibangun?” Salman menjawab,
“Lebarnya adalah lebar yang tidak bisa dilompati oleh kuda dan dalamnya adalah
kuda maupun dua orang manusia tidak bisa naik.” Usul ini disetujui dan
gang-gang di kota Madinah antar rumah dihubungkan sekenanya untuk menjadi
benteng.
Penggalian parit ini memakan
waktu yang panjang, para sahabat bekerja keras luar biasa dan karena khawatir
pertempuran akan lama, jatah makanan diirit super irit. satu butir kurma
yang diamutiseharian, minumnya seteguk air, dan makannya ibarat
tangan dibasahi air dicelupkan dalam persediaan tepung, nah tepung yang nempel
di tangan inilah makanan mereka sehari. Itupun kata Jabir, diadoni dengan
minyak panas yang tidak bikin kenyang, justru malah membuat kerongkongan
semakin kering.
Pada penggalian itu, ketemulah
batu besar, mereka memanggil Rasulullah. Ketika mengangkat alat untuk
memecahkan batu tersebut, baju Rasulullah tersingkap. Terlihatlah bahwa perut
beliau diganjal dengan dua buah batu.
“Allahu akbar”, sepertiga batu
pecah berantakan, masih ada dua pertiga lagi, memercikkan api yang tinggi ke langit.
“Aku diberi kunci-kunci negeri Syam (sekarang: Palestina, Lebanon, Suriah,
Yordania, Turki bagian selatan)”.
Hantam kedua kalinya, “Allahu
akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Persia (sekarang: Afghanistan).
Hantam ketiga kalinya, “Allahu
akbar, aku diberi kunci-kunci negeri Yaman.”
Nah, apa yang bisa kita teladani
dalam kisah ini? Yaitu optimis, gigih, prihatin, membesarkan hati sahabatnya,
dan menanggung berbagai macam derita kehidupan.
2. Langkah awal dalam mencintai Allah dengan
mengikuti Rasul-Nya.
“Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku , niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS Ali Imran: 31)
Menurut tafsir Ibnu Katsir, ayat
ini turun ketika ada suatu kaum yang mengaku mencintai Allah. Lalu Allah
menguji kaum itu dengan apa yang diturunkan dalam ayat ini. Ada sebuah syair
Arab yang dikutip Ibnu Katsir, “masalahnya itu bukan apakah kamu mencintai,
tapi apakah kamu dicintai.” Dalam hubungan dengan Allah, pengakuan atau klaim
itu tidak penting, yang terpenting adalah apakah Allah mencintai kamu. Allah
mencintai kamu ketika kamu mengikuti Rasulullah SAW. Untuk mencintai Allah kita
harus mengikuti nabi, untuk mengikuti nabi kita harus mengenal dan mengetahui
beliau. Kalau tidak mengenal mana bisa mengikuti?!
3. Untuk memahami Al Quran sejalan dengan bagaimana ia turun sesuai dengan
bagaimana konteks yang mengikat teks Al Quran itu ketika dia turun.
“Dan Al Qur’an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar
engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami
menurunkannya secara bertahap.”
(QS Al Isra: 106)
Al Qur’an terdiri dari 30 juz 114
surah, dan 6236 ayat (bukan 6666 ayat), ada yang menghitung basmalah sebagai
ayat, adapula yang tidak. Kalau 6666 ini mungkin terjadi kekeliruan faham dari
pendapat Abdullah bin Abbas, bahwasanya Al Quran ini 6000 ayat isinya
kisah, 600 ayat tanda-tanda kebesaran Allah, 60 ayat aturan muamalah, dan 6
ayat hukuman/ hudud. Maksudnya bukan dijumlah, karena ada ayat-ayat yang
beririsan. Jadi 6666 ini komposisi yang disebutkan Ibnu abbas tentang Al
Qur’an, bukan jumlah ayat Al Qur’an.
Menurut Ibnu Katsir,
diturunkannya Al Qur’an berangsur-angsur diriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu
Abbas, “Al Quran diturunkan berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa yg terjadi
selama risalah, ayat itu turun selalu cocok dengan perjalanan nabi dan para
sahabatnya.” Sebagai contoh, “Wahai orang yang berselimut”. Asbabun nuzul Al
Mudatsir ini dikatakan bahwa Rasulullah berselimut setelah menerima wahyu,
sedangkan pada surah Al Muzammil itu saat begitu lelah berdakwah terus
berselimut.
Dalam kaidah tafsir,
pelajaran/hukum yang diambil dari satu ayat diambil dari keumuman lafadz, bukan
kekhususan sebab. Seorang mufassir harus tau asbabun nuzul ayat agar
pengambilan hukumnya tepat. Menurut Yusuf Qardhawi, misal tentang hukum niqab
dan haramnya musik/nyanyian tidak berlaku untuk lafadz yg khusus. Seperti
sebuah ayat yang mengatakan bahwa “…dan tetaplah kalian wahai istri-istri nabi
untuk tinggal di rumah, jika ada keperluan harus menemui dari balik hijab”, ini
bukan umum lafadz karena ada kata ‘istri-istri nabi’ di depannya.
Contoh lainnya pada surah Luqman
ayat 6, sebagian kalangan mengharamkan hal-hal yang oleh ahli fiqih dinyatakan
haram bersyarat. Ada yang mengambil hukum semua nyanyian itu haram karena
dicela oleh Allah. Hendaknya memahami ayat juga memahami sebab turunnya.
Rasulullah biasanya berdiri di
dekat Ka’bah dan memanggil orang-orang Quraisy lalu membacakan ayat Al Quran.
Ada tiga orang (Ubaid bin Khalaf, Utbah bin Abi Mu’id, dan Al Ash bin Wail)
yang berkongsi mengumpulkan berbagai cerita dongeng legenda mitos dari Syam,
Persia, Yaman, kemudian mereka bawa sambil mendatangkan penyanyi paling cantik
dan seksi. Setiap kali Rasulullah berdiri dekat Ka’bah, mereka menyanyi dan
mengatakan, “Saya punya cerita menarik yang lebih bagus daripada cerita
Muhammad.” Cerita ini ditambahi penyanyi yang berlenggak-lenggok dan bersuara
merdu. Asal-muasal Luqman ayat 6 ini tentang peristiwa ini, nyanyian haram
bersyarat kalau ia dipakai untuk menyesatkan dari jalan Allah dan dipakai untuk
mengolok-olok, bukan berarti semua nyanyian itu haram.
4. Modal utama kebangkitan umat.
“Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, Wahai
kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan
kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorangpun di antara umat
yang lain.”
(QS Al Maidah: 20)
Ayat ini menceritakan kisah Bani
Israil, ayat yang dikatakan oleh Allah tentang Musa yang berkata ketika terjadi
penjajahan Bani Israil oleh Firaun. “Ingat, ingat nikmat Allah kalian dahulu…”
untuk membangkitkan Bani Israil agar bersemangat lagi menghadapi Firaun. Mereka
harus disadarkan lagi tentang masa lalunya. Nah, kaum muslimin mungkin juga
harus dibangkitkan lagi semangat juangnya dengan mengingatkan pada kisah nabi.
5. Sarana kita untuk
mendapatkan peneguhan hati.
“Dan semua kisah
rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami
teguhkan hatimu, dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran,
nasihat, dan peringatan bagi orang yang beriman.”
(QS Hud: 120)
Salah satu fungsi kisah yang
dipelajari adalah untuk menjadi cermin bagi kita. Kita bisa berkaca sehingga
mendapatkan satu kekuatan jiwa untuk lebih tegar dalam menghadapi berbagai
macam tantangan kehidupan. Allah mengisahkan begitu banyak kisah rasul demi
meneguhkan hati Muhammad, sedemikian pula kisah itu membawakan kebenaran juga
nasihat, dan pengingat bagi orang-orang yang beriman. Seperti kata Ibnu Abbas
(dalam bag. 1), bahwasanya di dalam Al Qur’an itu ada 6000 ayat yang berupa
kisah menjadi sumber inspirasi kita.
“Inilah (Al Qur’an) suatu
keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran: 138)
Manusia itu, sikapnya kepada Al
Qur’an bertingkat-tingkat. Dalam QS Al Furqon ayat 30: “Dan rasul (Muhammad)
berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur’an ini
diabaikan.” Empat kriteria sikap manusia terhadap Al Qur’an
Pedulinya untuk mahar nikah saja,
tidak pernah dibaca, tidak pernah dipahami, tidak pernah disimak. Kalaupun ada
di rumahnya, ia biarkan Al Qur’an itu berdebu. Ini termasuk orang-orang yang
dikeluhkan oleh Rasulullah. Padahal, orang-orang yang dikeluhkan oleh
Rasulullah itu terancam untuk tidak termasuk sebagai umat beliau.
b. Sudah bergaul dengan Al
Qur’an, menjadikan Al Qur’an sebagai bayan / sumber informasi
Sekedar ingin tahu, sekedar
menemukan informasi yang ada di sana. Mereka ini termasuk orang-orang non
muslim seperti misalnya para orientalis (orang-orang yang mempelajari budaya
ketimuran), mereka menekuni Al Qur’an tetapi tidak beragama Islam.
c. Menjadikan Al Qur’an
sebagai huda / petunjuk
Ini termasuk golongan yang
selamat, menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk, bagaimana caranya bermuamalah,
berdagang, beperjalanan, berhutang, menikah, dan lain-lain segala aktivitas
kehidupan.
d. Menjadikan Al Qur’an
sebagai mau’idzoh / nasihat
Kisah-kisah di dalam Al Qur’an
bisa menjadi modelling dalam menghadapi kehidupan dan bisa meraih kemuliaan.
Misalnya bagi kaum wanita, Al Qur’an ini memberikan contoh yang istimewa.
Wanita-wanita terbaik dalam Al Qur’an ada empat, yakni Asiyah binti Muzahim,
Maryam binti Imron, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.
Tambahan kisah lainnya yang tidak kalah mulia adalah Hajar, istri Nabi Ibrahim.
Semua model manusia sudah
diceritakan di dalam Al Qur’an untuk menguatkan hati kita dalam menjalani
kehidupan. Nabi saja, ketika mengalami kesulitan dalam dakwahnya, diteguhkan
dengan kisah-kisah para Nabi sebelumnya, apalagi kita. Rasulullah merasa sangat
berat dakwah di Mekah selama 13 tahun, sedangkan pengikutnya hanya sedikit.
Lalu Allah turunkan surah Nuh yang isinya curhatan Nabi Nuh: “Ya Allah, kaumku
itu sudah kusuruh beriman kepada-Mu. Sudah kupakai berbagai macam cara dan
metode, mereka tidak juga beriman.” Bayangkan, ketika lelah, tiba-tiba Allah
turunkan kisah itu seakan-akan hendak berkata: “Wahai Muhammad, kamu itu belum
apa-apa dibandingkan nabi sebelumnya. Nuh itu berdakwah 550 tahun, kamu baru 13
tahun.” Kata Rasulullah, “Membuat saya beruban. Membuat saya beruban.” Apa?
“Surah Hud dan saudara-saudaranya.”
Juga kisah yang paling banyak
diceritakan dalam Al Qur’an, kisah Nabi Musa. Tugasnya sangat berat, sementara
modalnya untuk berdakwah sangat terbatas dibandingkan Muhammad. Jika Nabi
Muhammad sangat fasih, maka Nabi Musa ini cadel lisannya. Jika Nabi Muhammad
itu track recordnya bersih, maka Nabi Musa punya riwayat tindakan kriminal,
pernah membunuh orang Qibti. Jika Nabi Muhammad tidak punya hutang budi pada
musuh-musuhnya, maka Nabi Musa punya hutang budi pada keluarga Firaun. Jika
Nabi Muhammad punya sahabat-sahabat yang rela mati untuknya, maka Nabi Musa
hanya memiliki Bani Israil yang kelakuannya sangat makan hati.
6. Memahami jalan dakwah
yang diridhoi Allah SWT.
Dakwah adalah amal utama. Dalam
QS Yusuf ayat 108 disebutkan,
“Katakanlah
(Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu
kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang
musyrik.”
Ayat ini menjelaskan tentang
penegasan manhaj dakwah. Jalan dakwah Rasulullah.
Jika mukjizat para nabi
sebelumnya itu umumnya “membelalakkan mata”, Ibrahim dibakar tidak hangus, Musa
tongkatnya bisa berubah menjadi ular, bisa membelah lautan, tangannya
bercahaya, Isa bisa menyembuhkan orang kusta, buta, menghidupkan orang mati,
Sulaiman bisa berbicara dengan binatang, mengendarai angin sehingga oleh
manusia didustakan sebagai sihir. Begitu membelah Laut Merah, Musa menghadap
pada Tuhannya. Sedangkan Samiri, salah seorang Bani Israil tiba-tiba membuat
patung sapi yang bisa berbicara, berubahlah iman orang-orang Bani Israil itu
kembali menyembah patung. Mukjizat yang membelalakkan mata ini seringkali
menyebabkan keimanan menjadi rapuh.
Sedangkan Muhammad, Allah
memberinya mukjizat bashiran (bukti ilmiah), di dalam
mengajarkan agama ini dengan ilmu. Tidak ada agama bagi manusia yang tidak
mempunyai akal. Mukjizat Nabi Muhammad adalah Al Qur’an al Karim, berupa
kata-kata yang di sinilah menunjukkan ukuran kecerdasan. Ukuran orang cerdas
itu menurut bangsa Arab adalah yang tidak bisa baca tulis. Kenapa? Kalau bisa
baca tulis malah disebut orang bodoh. Orang pinter itu dinilai dari ukuran
hafalannya, semakin kuat hafalannya dianggap semakin pintar. Di kalangan bangsa
Arab, penyair yang hafal 40-60 ribu syair itu pintar, kalau bisa baca tulis
malah bodoh (akalnya tidak tajam, hafalannya tidak bagus). Ada seorang penyair
Jahiliyah, namanya Zuhair, reputasinya jatuh gara-gara bisa baca tulis.
Percakapan Rasulullah dengan Abu
Jahal. “Hai Muhammad, kalau kau memang benar utusan Tuhan, saya minta
tanda-tanda kekuasaan Tuhanmu. Mekah ini kan negaranya sempit, dikelilingi oleh
gunung-gunung batu. Tolong singkirkan gunung-gunung batu itu ke arah lain agar
mekah ini semakin luas. Mekah ini kan tanahnya tandus dan gersang, tolong
dibuat menjadi subur dan tumbuh pohon-pohon anggur dan zaitun, alirkan sungai
di tengah-tengahnya. Penduduk Mekah ini juga miskin-miskin, mintakan pada Tuhan
hujan emas dan perak dari langit. Kalau tiga itu terpenuhi, saya akan membelamu
terdepan.” Bukannya Allah tidak bisa memberikan keajaiban semacam itu, Nabi
bahkan pernah membelah bulan, tetapi sungguh Abu Jahal telah melampaui batas.
Suatu hari, datanglah seorang
wanita yang punya penyakit mengadu kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, saya punya
penyakit. Kalau kumat, aurat saya terbuka. Doakan saya ya Rasulullah, agar
sembuh dari penyakit ini.” Kata Nabi, “Saya bisa saja mendoakanmu supaya
sembuh, atau kamu sabar terhadap penyakitmu itu dan mendapatkan surga.” Wanita
itu menjawab, “Saya pilih bersabar dan masuk surga ya Rasulullah, tapi doakan
saya agar jika kumat penyakit ini, jangan sampai terbuka auratnya.” Maka
Rasulullah pun mendoakannya.
Dalam dakwah kita, mukjizat ilmu
yang paling ditekankan. Berdakwah dengan ilmu yang benar dari sisi Allah dan
Rasul-Nya. Kata Ali, “Kebenaran yang tidak teratur akan dikalahkan oleh
kebathilan yang teratur,” mengisyaratkan bahwa dakwah ini harus terorganisasi,
tidak boleh sendiri-sendiri dan sporadis.
Mu’adz bin Jabal, setiap hari
mengikuti sholat jama’ah bersama Nabi. Begitu selesai, dia langsung lari ke
kampungnya, menjadi imam jama’ah di kampungnya. (Boleh saja, sholat yang kedua
dihukumi sedekah) Namun penduduk kampungnya berdemo, mereka tidak mau diimami
oleh Mu’adz lagi. Kenapa? Karena bacaannya panjang-panjang, sholatnya jadi
sangat lama. Maka, dipanggillah Mu’adz bin Jabal. “Wahai Mu’adz, apakah kau
hendak membuat fitnah pada Allah dan Rasul-Nya? Kenapa kamu mengimami sholat
dengan bacaan panjang-panjang sehingga jama’ahmu merasa tidak nyaman?” Jawab
Mu’adz, “Wahai Rasulullah, aku hanya mengikuti apa yang engkau baca.”
Rasulullah pun tersenyum, “Tapi makmum-mu berbeda dengan makmum-ku.” Jika para
jama’ah di masjid Nabawi itu orang yang kuat untuk sholat lama, maka makmumnya
Mu’adz ini adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Ini akan menjadi fitnah.
Jangan-jangan justru karena ucapannya dalam dakwah membuat orang-orang semakin
lari dari jalan Allah. Dakwah ini riskan, bisa menjatuhkan orang yang berdakwah
dalam sum’ah dan ingin populer, ingin dilayani, ingin mendapat pemuliaan.
Rasulullah saja pernah diingatkan di dalam QS Ali Imran ayat 79: “Tidak mungkin
bagi seseorang yang telah diberi Kitab oleh Allah, serta hikmah, dan kenabian,
kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah
Allah,” tetapi dia berkata, “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu
mengajarkan Kitab dan karena kamu mempelajarinya.”
7. Menemukan ibrah dari
kisah-kisah terbaik.
“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Qur’an) itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan
segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (QS Yusuf: 111)
Surah Yusuf ini dari awal sampai akhir isinya cerita. Kalau
kata ustadz Habiburrahman El Shirazy, novel terbaik sepanjang zaman adalah
surah Yusuf.
At Thabari dalam tafsirnya mengatakan bahwa, pada suatu
ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Mereka (para sahabat)
mengatakan bahwa, “Ya Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Lalu turunlah
surah Yusuf itu sehingga mereka mendapatkan penghiburan kisah Yusuf mulai dari
mimpinya sampai menjadi Nabi Allah. Kalau kita mempelajari sirah, kita akan
menemukan berbagai macam pelajaran. InsyaAllah.