Popular Post

Minggu, 22 September 2013



Definisi Secara Bahasa
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala,
 “Allah Pencipta langit dan bumi.”
(QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101)maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman-Nya,“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.”(QS. Al Ahqaf [46] : 9)
maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini.

Definisi Secara Istilah
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom.Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
“Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).

Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah:
“Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah)”. (Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)

Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:
 “Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya pengertian bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna
Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah.

1.      Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi.

2.      Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela. Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir. Pendapat yang lebih kuat dari dua kubu ini adalah pendapat pertama karena itulah yang mendekati kebenaran berdasarkan keumuman dalil yang melarang bid’ah.







Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2016 KAMI ASY-SYIFAA' FK UNPAD - Powered by Blogger