Popular Post

Jumat, 31 Agustus 2012


By : Indira Istiqamah Ananda Iman


I am, now, officially, a medical student! Saya masuk ke fakultas dengan peminat 4.222 orang, daya tampung jalur SNMPTN 156 orang, passing grade 54.80% dan big four fakultas kedokteran terfavorit dan terbaik di Indonesia. Yup, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Dream comes true? Nope. Even in my wildest dream i never dreamed this. Ga pernah ngebayangin pas dulu jaman-jaman bimbel, privat, bakal jadi satu-satunya perwakilan dari Medan yang masuk ke FK UNPAD 2012. And i thank God in every possible way that day i accepted there. Alhamdulillahirabbil’alamin.

But this post isn’t about how grateful i am or how great it is to be a med-student. Saya cuma mau bilang ke siapapun yang baca ini, that God always have a plan for you.

Saya bukan salah satu orang-orang hebat yang freaked out karena senang lulus di Perguruan Tinggi Negeri pilihan mereka waktu pengumuman SNMPTN Tertulis. Bukan. Saya ga lulus kok. Dan waktu itu saya masih ingat kepala saya bener-bener blank, kayaknya ga ada kalimat yang pantas saya ucapin ke orangtua saya yang ikut buka pengumuman, it’s just like reality slapped me on my face. And what worse that day, ngeliat orang-orang yang bahkan menurut saya selama ini ga berusaha untuk SNMPTN bisa lulus. Sebagian temen saya udah lulus dimana-mana, sedangkan saya harus ikut beberapa ujian lagi karena ga lulus. Di hari pertama dan kedua pasca pengumuman SNMPTN, saya bener-bener desperate.

“Gila ya kurang apa lagi coba. Tiap hari pulang sekolah bimbel sampe maghrib, tiap hari privat, BB off sebulan, ga hangout sana-sini. Kurang apa?” Itu yang saya pikirin. 
Saya lupa saya kurang ibadah. Berapa kali sih belajar sampe ketiduran terus ga sholat isya? Atau berapa kali sangking kecapean belajar terus tidur sampe pagi dan ga tahajjud? Berapa kali keasikan bahas soal di bimbel terus ga sholat ashar? Pernah ga bener-bener dzikir, do’a biar lulus? Selama ini saya cuma ngandalin diri sendiri, otak sendiri, usaha sendiri. Saya percaya kok kalo berdo’a, beribadah, Allah pasti bantu. Saya percaya. Tapi saya ga yakin waktu itu. Saya lebih yakin sama diri saya, kalau usaha itu yang primer, do’a itu sekunder. Sampai saya ga lulus. Mungkin agak kurang ajar, tapi setelah itu saya bener-bener yakin Allah pasti bantu, and you need only ask Him to. Dan alhamdulillah, 7 hari kemudian, 14 Juli, saya lulus SMUP UNPAD.

Bukan, ini bukan cerita saya tobat kayak episode Rahasia Ilahi. Bukan. I will quote display picture BBM temen, “Allah has 3 answers for you. First: Yes. Second: Yes, but not now. Third: No, i have a better plan for you.” God always have a plan for us. Jadi, buat yang kebetulan belum lulus atau lulus tapi bukan di fakultas atau universitas yang dipengenin, God always have a plan for you. Bukan dimana kamu kuliah, tahun berapa kamu masuk, dari jalur apa kamu masuk, atau apa almamater kamu yang penting, tapi jadi orang seperti apa kamu setelah kuliah.

Dan berbicara tentang setelah kuliah, tentu saja, semua yang masuk ke Fakultas Kedokteran nantinya, insyaAllah akan menjadi dokter. Pertanyaannya, dokter yang seperti apa? Walaupun kedengarannya klise, tapi saya pengen jadi dokter karena ingin membantu orang lain yang membutuhkan saya. Dan by the mean membutuhkan adalah orang yang benar-benar membutuhkan saya. Saya mau jadi dokter yang kerjanya di daerah terpencil.

Memang, agak klise kedengarannya. Kerja di daerah terpencil. Temen saya pernah bilang, "Banyak amat yang mau jadi dokter, dikit-dikit FK, lama-lama Indonesia kelebihan dokter." Saya bilang salah. Dokter memang banyak, persebarannya yang ga merata. Contoh gampangnya adalah ayah saya. Ayah saya dokter obgyn di Medan, kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Bandung. Sebelum bisa praktek di Medan, ayah saya wajib mengabdi ke daerah dulu. Waktu itu ditempatkan di Rantau Prapat. Mungkin kalau di Bandung, ibaratnya Cimahi atau kota kecil lain yang jaraknya berjam-jam dari ibu kota. Dan Rantau Prapat masih terbilang kota yang cukup maju. Tapi faktanya, disana hanya ada 3 dokter spesialis obgyn. Saya ingat perbedaan yang cukup menonjol waktu ayah saya praktek di Medan dengan di Rantau Prapat adalah jumlah panggilan ke HPnya. Di Rantau Prapat, ayah saya benar-benar sibuk, dikit-dikit ditelfon untuk sectio, sedangkan di Medan tidak sesibuk itu. Yang saya coba katakan disini adalah, sedangkan di kota yang masih terbilang maju saja, tenaga dokter ahli masih sangat kurang, apalagi di daerah yang benar-benar terpencil?

Waktu open house untuk MABA FKUP 2012, saya ingat dekan kita Prof. Tri mengatakan, "Orang-orang berfikir, biaya yang telah mereka keluarkan untuk pendidikan mereka membuat mereka berhak menentukan apa yang mau mereka lakukan setelah jadi dokter". Benar, kuliah kedokteran memang mahal. Dan itu kadang membuat kita berfikir "Ah, udah mahal-mahal kuliah, masa disuruh susah-susah lagi, pokoknya nanti saya mau praktek, mau cari uang, mau sukses." Dan saya ingat kata-kata Kak Poundra waktu ceramah di Pre-OPPEK, "Di mata masyarakat, derajat kalian ini sudah naik lebih tinggi, kalian adalah calon-calon dokter masa depan, masyarakat selalu menanti-nantikan kontribusi apa yang kalian beri kepada mereka."

Tadinya saya tergila-gila dengan FK UI sampai ikut SIMAK reguler dan inter (dan lulus di inter). Saya ragu mau masuk FKUP, sampai waktu saya datang ke open house. Kalimat Prof. Tri yang ini bener-bener membuat saya memilih disini: "Angkatan yang baru saja lulus, berhasil lulus 100%. Dan untuk itu kami belum tepuk tangan. Mereka lulus, dengan nilai tertinggi se-Indonesia. Dan untuk itu kami belum tepuk tangan juga. Karena kami fikir, segala hal yang berurusan dengan nilai akademis kalian, sudah seharusnya kami tangani dengan baik. Yang kita inginkan adalah dokter yang juga mempunyai moral dan akhlak. Dan insyaAllah kami menciptakan dokter yang seperti itu disini. Anda boleh tepuk tangan untuk itu."

Being a doctor isn't about how smart you are. It's even not about you. It's about what you do to others as a doctor. Berapa banyak orang Indonesia yang pergi berobat ke negara lain karena merasa dokter disini hanya mengambil keuntungan dari musibah orang lain saja. Atau dokter yang cuma memikirkan dirinya dan prakteknya. Saya ingin jadi dokter yang melakukan hal-hal yang biasanya enggan dilakukan dokter kebanyakan. Saya ingin jadi dokter yang seharusnya. Tidak memandang diri lebih tinggi dari pasien. Bermoral dan berakhlak disamping pintar. Dan saya rasa FK UNPAD akan memberikan saya itu. I mean, where on earth in this country that a medical school gave their student such a great attention like a one year dorm just so you can adapt and bond with your fellow future doctors?
"Ini salah satu cerita dari temen 2012. Penasaran siapa lagi temen-temen yang berani nerima tantangan Maill untuk Maba ? Tetep setia baca blog ini ya ;) Ohiya tentang tantangannya bisa dilita disini, mungkin agak sedikit lupa "

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2016 KAMI ASY-SYIFAA' FK UNPAD - Powered by Blogger