- Back to Home »
- Kaderisasi , Learner »
- Fiqh Prioritas
Senin, 07 Oktober 2013
Menentukan pilihan merupakan suatu hal
yang tidak mudah. Pasti ada beberapa pertimbangan-pertimbangan yang kita
pikirkan sebelum memutuskan suatu hal. Supaya kita tidak salah dalam mengambil
keputusan maka kita harus bijak. Bijak berarti kita berusaha adil dalam suatu
perkara. Maka dari itu, penting bagi kita untuk memahami fiqh prioritas agar
tidak salah dalam memilih.
Senin, 04 Mei 2009
Ringkasan Buku Fiqh Prioritas
Buku Fiqh Prioritas (Fiqh
Al-Awlawiyyat) adalah salah satu buku yang Saya senangi. Buku ini dikarang oleh
seorang ulama besar, Syaikh Yusuf Qardhawi hafizhallahu anhu.
Di dalam tulisan ini Saya akan
mencantumkan hal-hal yang perlu mendapat penekanan dan perhatian kita bersama
tentang buku tersebut, kemudian Saya tambahkan dengan sedikit pemahaman yang
Saya peroleh dari buku-buku lain, sehingga membentuk suatu ringkasan utuh tanpa
menghilangkan tujuan dari penulisnya, Syaikh Yusuf. Meskipun demikian, ringkasan
ini akan memiliki banyak kekurangan. Hmmm, untuk diketahui bahwa ringkasan ini
ditulis sebagai tugas untuk diserahkan kepada Murabbi
1. Kebutuhan umat kita sekarang akan
fiqh prioritas
Saat ini umat Islam berada di antara
jalan-jalan yang penuh kebimbangan. Umat Islam belum memiliki pemahaman yang
komprehensif dalam beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari. Urusan-urusan yang
tidak penting dan tidak mendesak cenderung lebih diutamakan daripada
urussan-urusan yang penting dan tidak mendesak, juga mengutamakannya dari pada
urusan-urusan yang mendesak dan penting.
Islam mengajarkan seluruh tata cara
beramal dalam kehidupan ini, termasuk dalam hal-hal yang membutuhkan skala
prioritas. Dengan kata lain, umat Islam perlu memahami tentang
aktifitas-aktifitas yang wajib dan mendesak untuk didahulukan dan juga perlu
mengetahui hal-hal yang diahirkan dari keseluruhan aktifitas-aktifitas.
Pemahaman ini (fiqh) mutlak dibutuhkan agar umat Islam mampu mengerjakan
seluruh kewajiban-kewajibannya secara optimal dam mampu meninggalkan
larangan-larangan Alah SWT secara bertahap.
Kasus yang sering terjadi di kalangan
umat Islam saat ini adalah banyaknya dari mereka yang mendahulukan
perkara-perkara tidak penting dan tidak mendesak di atas perkara-perkara yang
mendesak dan penting. Pembangunan di bidang kesenian dan hiburan lebih
diutamakan daripada pembangunan pendidikan dan kesehatan. Pengembangan aspek
jasmaniah lebih diutamakan daripada aspek-aspek rohaniah. Dengan demikian, bila
umat Islam tidak memiliki pemahaman yang komprehensip tentang urutan amal maka
kemajuan Islam tidak akan pernah tercapai.
2. Hubungan antara fiqh prioritas dan
fiqh lainnya
Fiqh prioritas memiliki hubungan yang
sangat erat dengan fiqh lainnya terutama fiqh pertimbangan (muwazanah).
Kaitannya dengan fiqh muwazanah itu dapat dilihat dari peranan pentingnya yaitu
:
- Memberikan pertimbangan antara
berbagai kemaslahatan dan manfaat dari berbagai kebaikan yang disyariatkan
- Memberikan pertimbangan antara
berbagai bentuk kerusakan , mudharat, dan kejahatan yang dilarang oleh agama
- Memberikan pertimbangan antara
maslahat dan kerusakan, antarakebaikan dan kejelekan apabila dua hal yang
bertentangan ini bertemu satu sama lain
Kemaslahatan itu ada tiga macam yaitu
kemaslahtan yang mubah, kemaslahatn yang sunnah, dan kemaslahatan yang wajib.
Demikian juga dengan kerusakan ada dua macam yaitu kerusakan yang makruh dan
kerusakan yang haram. Dari berbagai pertimbangan tersebut dapat dirumuskan
urutan amal (prioritas) mana yang lebih didahulukan atas satu dengan yang
lainnya.
3. Memprioritaskan kualitas atas
kuantitas
Al-Qur’an memberikan perhatian yang
besar dalam hal kualitas di atas kuantitas, walaupun keduanya merupakan hal
yang diharapkan. Apabila dalam kondisi-kondisi tertentu, maka umat Islam harus
mampu mendahulukan kualitas daripada kuantitas.
Betapa banyak ayat Al-Qur’an yang
menegaskan bahwa kuantitas (jumlah yang banyak) tanpa kualitas adalah suatu hal
yang sangat buruk, misal ada beberapa ayat yang menyatakan “betapa banyak
manusia yang tidak beriman, betapa banyak manusia yang tidak bersyukur,
kebanyakan mereka tidak mengetahui, kebanyakan mereka tidak memahaminya, dll”.
Saat ini umat Islam dihadapkan pada
persoalan tentang kebanggaan akan kuantitas, sedangkan kualitas (isi/substansi)
cenderung tidak diperhatikan. Fenomena ini dapat memukul mundur Islam dalam
pergulatan peradaban. Ini adalah suatu hal yang perlu disikapi secara lebih
serius oleh umat Islam itu sendiri.
Sirah Rasulullah SAW juga
mengisyaratkan perlunya perhatian dalam masalah kualitas daripada kuantitas.
4. Prioritas ilmu atas amal
Dalam masalah ini, kita perku
mengetahui bahwa ilmu adalah prioritas daripada amal karena ilmu akan menuntun
dan memotivasi timbulnya suatu amal. Sedangkan amal tidak mampu mendatangkan
ilmu. Selain itu, pemahaman juga harus didahulukan daripada hafalan belaka,
juga prioritas atas maksud dan tujuan (hal substantif) ketimbang penampilan
luar .
5. Prioritas dalam bidang fatwa dan
Da'wah
Di dalam bidang fatwa dan dakwah, kita
perlu memprioritaskan persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat
dan sulit. Berbagai nash memberikan petunjuk pada kita bahwa perkara-perkara
yang mudah dan ringan lebih dicintai oleh Allah SWT. Nabi SAW ketika memulai
dakwahnya sangat memberikan kemudahan dan keringanan bagi umat. Ketika
ditanyakan tentang suatu hal, maka beliau cukup memberikan defenisi-defenisi
sederhana, mudah, dan tidak sulit. Beliau mengarahkan kemudahan untuk
mengerjakan hal-hal yang wajib daripada hal-hal yang sunnat.
Islam mensyariatkan hukum-hukum yang
khusus pada kondisi-kondisi yang darurat. Sebagai contoh bolehnya memakan
makanan yang haram pada keadaan-keadaan darurat dan keadaan terpaksa. Di dalam
berdakwah, dikenal istilah marhalah (pentahapan). Pengharaman khamar di dalam
Al-Qur’an juga dilakukan secara bertahap. Segala bentuk perintah dan larangan
dari Allah SWT harus melalui pentahapannya sehingga setiap muslim pada akhirnya
mampu menyanggupi seluruh perintah dan menjauhkan segala larangan-Nya.
Ukuran yang benar dalam memperhatikan
segala sesuatu harus berdasakan perhatian terhadap isu-isu yang disorot oleh
al-Qur'an saja. Sehingga kita dengan mudah mengetahui manakah perkara yang
diprioritaskan/disorot secara jelas oleh Al-Qur’an dan mana yang sedikit
diperhatikan.
Di dalam buku Syaikh Yusuf yang lain
(Kaifa Nata’amal ma’a Al-Qur’an Al-‘azhim), dikisahkan bahwa ada seorang ulama
yang selalau membahas tentang thaharah (bersuci) secara mendetail dan terus
menerus pada setiap waktu dan kesempatan beliau berceramah, sedangkan beliau
sangat jarang dan seakan dan melupakan urusan-urusan jihad. Tindakan seorang
da’I atau ulama yang sedemikian adalah tindakan yang jauh dari sorotan
Al-Qur’an. Apabila diperhatikan dengan seksama, sorotan Al-Qur’an dalam masalah
thaharah secara gamblang tidak lebih dari satu tempat saja dalam Surah
Al-Ma’idah. Sedangkan masalah jihad selalu dibahas dalam hampir setiap surah di
dalam Al-Quran. Inilah yang dimaksudkan tentang bagaimana kita memprioritaskan
suatu hal sesuai dengan prioritas Al-Qur’an dalam mempersoalkan dan membahasnya.
6. Prioritas dalam berbagai bidang amal
Amal-amal yang disyariatkan kepada
manusia juga memiliki tingkatan-tingkatan. Ada hal-hal yang perlu disegerakan
dan diutamakan, dan ada juga hal-hal yang boleh diakhirkan. Adanya keharusan
dalam memprioritaskan amal yang kontinyu atas amal yang terputus-putus, dan
prioritas amalan yang luas manfaatnya atas perbuatan yang kurang bermanfaat,
serta prioritas terhadap amal perbuatan yang lebih lama manfaatnya dan lebih
lama kesannya.
Selain itu, prioritas amalan hati atas
amalan anggota badan dan perbedaan tingkat keutamaan sesuai dengan tingkat
perbedaan waktu, tempat, dan keadaan.
7. Prioritas dalam perkara yang
diperintahkan
Adapun perkara yang pokok seperti
keimanan dan tauhid kepada Allah, keimanan kepada malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir adalah lebih utama
diprioritaskan daripada perkara-perkara cabang seperti syariah. Tauhid dan
keimanan yang benar akan membuahkan hasil berupa amalan-amalan yang benar
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Amalan-amalan itu lah yang
nantinya tertuang dalam hukum-hukum syariah bagi manusia.
Beberapa hal lain yang perlu mendapat
prioritas adalah adanya prioritas fardhu atas sunnah dan nawafil, prioritas
fardhu 'ain atas fardhu kifayah , prioritas hak hamba atas hak Allah
semata-mata, prioritas hak masyarakat atas hak individu, prioritas wala'
(loyalitas) kepada umat atas wala' terhadap kabilah dan individu.
8. Prioritas dalam perkara-perkara yang
dilarang
Perkara yang dilarang juga memiliki
tingkatan-tingkatan sebagaimana perkara-perkara yang diperintahkan. Dalam hal
ini, umat Islam perlu memahami tentang perbedaan mendasar antara kekufuran,
Kemusyrikan, dan Kemunafiqan yang Besar dan yang Kecil.
Selain memahami hal di atas, umat Islam
juga perlu memahami adanya kemaksiatan besar yang dilakukan oleh hati manusia.
Kemaksiatan tidak hanya berwujud lahiriah. Kemaksiatan hati yang merupakan
kemaksiatan yang besar antara lain : kesombongan, kedengkian dan kebencian,
kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang dituruti, riya’ (pamer diri),
serta cinta dunia, cinta harta, kehormatan, dan kedudukan.
Tambahan lain bagi kemaksiatan adalah
bid'ah dalam aqidah dan amalan. Bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan manusia
dalam urusan agama. Sesungguhnya bid’ah memiliki banyak macamnya dan semuanya
tidak berada dalam satu tingkatan yang sama dan begitu pula dengan orang yang
melakukannya. Ada orang yang menganjurkan kepada bid’ah dan ada pula orang yang
hanya sekadar ikut-ikutan dalam melakukan bid’ah dan tidak mengajak orang lain
untuk melakukan bid’ah. Semua kelompok ini memiliki kaitan hukum yang berbeda.
Syubhat merupakan perkara yang berada
satu level di bawah perkara-perkara kecil yang diharamkan, yaitu perkara yang
tidak semua orang banyak mengetahuinya dengan jelas, atau dengan kata lain
kehalalan atau keharamannya berada dalam keadaan yang samar-samar. Makruh
merupakan bagian yang paling rendah dari sekian banyak perkara yang dilarang
dalam agama. Makruh teridir atas dua jenis yaitu makruh tahrimi (lebih dekat
kepada hal yang haram) dan makruh tanzihi (lebih dekat kepada hal yang halal).
9. Prioritas dalam bidang reformasi
Perlunya memperbaiki diri sebelum
memperbaiki sistem maksudnya ialah adanya perhatian yang besar pada upaya-upaya
pembinaan pribadi sebelum membangun tatanan masyarakat. Semuanya harus dimulai
dari pembangunan individu yang kelak akan membuahkan hasil yang lebih baik.
Perlu diingat bahwa kumpulan-kumpulan individu yang telah terbangun dan terbina
dengan baik pada akhirnya akan membentuk suatu komunitas / tatanan sosial
kemasyarakat yang baik pula.
Pembinaan dan pendidikan individu yang
dimaksudkan di sini adalah pembinaan manusia mu’min, yang dapat mengemban misi
dakwah, bertanggungjawab menyebarkan risalah Islam, tidak kikir terhadap harta
benda, tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Alah,
dan pada saat yang bersamaan ia memberikan teladan dalam menerapkan nilai-nilai
agama terhadap dirinya sekaligus menarik orang lain untuk melakukan perbuatan
yang sama.
Dengan memahami prioritas dalam bidang
reformasi, umat Islam akan semakin mudah mencapai tujuannya dalam memperbaiki
keadaan. Jadi, bila ingin membangun sebuah sistem kekhalifahan yang luas dan
komprehensif maka perlu melihat skala prioritas yang utama, yakni adanya
pembinaan pribad-pribadi sebelum berkampanye lebih jauh tentang sistem khilafah
yang tidak semua orang cepat memahaminya.
10. Fiqh prioritas dalam warisan
pemikiran
Imam al-Ghazali memberikan perhatian
dalam masalah Fiqh Prioritas. Di antara pemikirannya yakni menyoroti betapa
banyak orang-orang yang tertipu (ghurur) dalam melakukan berbagai aktifitas dan
banyaknya orang yang timpang dalam membuat peringkat amalan syariah.
Ulama lain yang mempunyai kepedulian
terhadap Fiqh Prioritas adalah Ibnu Taimiyah, misalnya dalam hal perbedaan
keutamaan amal karena perbedaan keadaan dan pertentangan antara kebaikan dan
keburukan.
11. Fiqh prioritas dalam da'wah para
pembaru di zaman modern
Beberapa ulama pembaru di zaman modern
yang memiliki perhatian dalam masalah ini adalah Imam Muhammad bin Abd
al-Wahhab, Az-Za’im Muhammad Ahmad al-Mahdi, Sayyid Jamaluddin, Imam Muhammad
Abduh, Imam Hasan al-Banna’, Imam al-Maududi, as-Syahid Sayyid Quthub, ustadz
Muhammad al-Mubarak, Syaikh al-Ghazali.
Kajian Fiqh Prioritas yang ditulis oleh
Syaikh Yusuf ini dilakukan oleh beliau secara mendasar, komprehensif, dan
terperincisebagaimana yang dianjurkan oleh tokoh pembaharu Islam. Harapan
Syaikh Yusuf semoga pemikirannya tentang Fiqh Prioritas ini dapat menjadi salah
satu sumbangan dalam perkembangan pemikiran Islam di zaman modern saat ini.
Satu hal penting yang menjadi catatan besar bagi kita, bahwa fiqh prioritas ini
bukanlah sesuatu yang baru, bukan suatu yang diada-adakan di dalam Islam. Semua
pembahasan di dalam buku tersebut dilengkapi dengan nash-nash yang shahih, juga
disertai dengan pandangan-pandangan beberapa ulama terdahulu. Lebih jelasnya,
silakan baca bukunya : FIQH PRIORITAS Yusuf Al-Qardhawi.
Wallahu a’lam
Sumber : http://julhasratman.blogspot.com/2009/05/ringkasan-buku-fiqh-prioritas.html