Popular Post

Kamis, 16 Agustus 2012

Oleh : Mukhsin Kurnia Hakim (2011)

Jujur, di detik pertama aku melihat tulisan Universitas Padjadjaran di web SNMPTN yang aku buka menjelang maghrib tahun lalu, aku gagal menjiwai rasa syukur ke dalam diriku. Ya, Universitas Padjadjaran bagiku dulu hanya seperti ban serep atau cadangan bila aku gagal memasuki kampus yang dari dulu aku idam-idamkan, universitas lain yang ketika itu aku anggap adalah jalan terbaik menuju masa depanku.

Satu detik itu adalah satu detik penuh rasa. Penuh dengan ketercampuradukan perasaanku. Di satu sisi, aku telah mengamankan satu bangku bagiku untuk perjalananku ke masa depan. Namun pada satu sisi, aku masih merasa bahwa bukan ini yang kumau. Pada satu detik itu, aku memastikan lagi apakah benar ID dan password yang aku masukkan ke web SNMPTN, karena bisa jadi aku salah masuk, pikirku. Pada satu detik itu, aku melihat ke seluruh laman web yang kubuka, siapa tahu web SNMPTN ini mau bercanda denganku dan menyembunyikan kalimat universitas lain yang kuidam-idamkan itu di salah satu sudut lamannya. Pada satu detik itu, ada penolakan dari diriku, yang berpikir bahwa dari perkiraan hasil SNMPTN yang telah dia hitung dengan kunci jawaban dari Nurul Fikri dan Ganesha Operation yang mengatakan bahwa ia lulus dan berhasil memasuki universitas yang kuidam-idamkan itu tidak mungkin salah. Dan pada satu detik itu, aku teringat cita-cita ayahku yang sangat besar untuk melihatku duduk di bangku yang sama seperti dirinya dulu. Dan sekarang ayahku ada di sampingku, duduk di sampingku.

Pada satu detik itu, aku menghujat takdir.

Dan satu detik itu berlalu sangat lama. Aku tidak siap untuk meninggalkan satu detik itu. Aku ingin berada dalam detik itu saja, selamanya.

Namun aku hanyalah manusia biasa. Aku terikat waktu. Waktu yang sering sekali kulalaikan. Ya, membuang waktu, yang perumpamaannya bagai membuang butiran berlian dan mutiara ke dalam comberan, tanpa ada rasa penyesalan sedikitpun. Dan tanpa terasa, detik itu pun berlalu.

“Selamat yah chin…!”

Sekonyong-konyong aku medapatkan sebuah pelukan. Perasaanku ketika itu tak dapat kuceritakan. Terlalu bercampur aduk. Baru di detik yang lalu hatiku dipenuhi dengan hinaan terhadap takdir, yang sejatinya merupakan hinaan terhadap diriku sendiri. Namun satu detik kemudian, aku mendapatkan sebuah pelukan yang tulus dan penuh cinta dari sesosok laki-laki tua yang selalu bersamaku sejak aku masih dalam ayunan tersebut.

Aku lihat lagi siapa yang memelukku. Ah, tapi tidak perlu. Aku tahu, dari rasanya, ini adalah pelukan ayahku.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Satu tahun lebih telah berlalu sejak peristiwa itu, dan aku menemukan diriku sedang mengetik catatan kecil ini untuk dibaca oleh adik-adik tingkatku.  Satu tahun lebih telah berlalu, dan di dalam hatiku tak ada penyesalan. Universitas Padjadjaran kini adalah rumah bagi masa depanku, laboratorium kehidupan terbesar bagiku. Dan aku yakin, jalan yang kutempuh ini adalah jalan yang sudah Ia pilihkan sebagai yang terbaik bagiku.

Inilah manisnya syukur.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Maka, untuk mensyukuri segala cobaan yang Ia berikan, bukankah indah untuk memulainya dengan senyuman? :)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2016 KAMI ASY-SYIFAA' FK UNPAD - Powered by Blogger